Rabu, 07 September 2016

SIRAH NABAWIYAH ( edisi 9 )


LANJUTAN..

KELAHIRAN DAN EMPAT PULUH TAHUN SEBELUM KENABIAN
1.       Hari kelahiran
Rasulullah SAW dilahirkan ditengah keluarga Bani Hasyim di Mekkah pada Senin pagi, 9 Rsbi’ul Awwal, permulaan tahun dari Peristiwa Gajah, dan empat puluh tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan 20 atau 22 April tahun 571 M, berdasarkan penelitian ulama besar Muhammad Sulaiman Al-Manshur furi dan peneliti astronomi Mahmud Basya.
Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa ibunda Rasulullah SAW, berkata, “ setelah bayiku keluar aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku,menyinari istana-istana di Syam.” Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Al-Irbadh bin Sariyah, yang isinya mirip dengan riwayat tersebut.
Diriwayatkan juga bahwa ada beberapa bukti pendukung kerasulan, bertepatan saat kelahiran Beliau SAW, yaitu runtuhnya empat belas balkon istana Kisra, padamnya api yang biasa disembah oleh orang Majusi, serta runtuhnya beberapa gereja disekitar Buhairah setelah gereja-gereja itu ambles ke tanah peristiwa-[eristiwa tersebut diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, namun tidak diakui oleh Muhammad Al-Ghazali.
Setelah Aminah melahirkan, dia mengirim  utusan ke tempat kakeknya, Abdul Muthalib, untuk mnyampaikan kabar gembira tentang kelahiran cucunya. Abdul Muthalib pun datang dengan perasaan suka cita, lalu membawa Beliau kedalam Ka’bah, seraya berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Dia memilih nama Muhammad-nama ini belum dikenal di bangsa Arab- bagi beliau. Beliau dikhitan pada hari ketujuh seperti yang dilakukan orang-orang Arab biasanya.
Wanita yang pertama kali menyusui beliau setelah ibundanya ialah Tsuwaibah- dia adalah seorang hamba sahaya Abu Lahab kebetulan sedang menyusui anaknyaa yang bernama Masruh. Sebelumnya,, wanita ini juga menyusui Hamzah bin Abdul Muthalib. Setelah itu dia menyusui Abu Salamah bin Abdul Asad Al-Makhzumi.
2.       Di tengah Bani Sa’ad bin Bakar
Tradisi yang berjalan dikalangan bangsa Arab yang relative sudah maju, dimana mereka mencari wanita-wanita yang bisa menyusui anak-anaknya. Tujuanya adalah menjauhkan anak-anak mereka dari penyakit yang biasa menjalar di daerah yang sudah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat, otot-ototnya kekar dan agar keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab. Maka Abdul Muthalib mencari wanita yang bisa menyusui beliau. Dia meminta kepada seorang wanita dari bani Sa’ad bin Bakar agar menyusui beliau, Halimah binti Abu Dzu’aib, dengan didampingi suaminya, Al-harits bin Abdul Uzza yang berjulukan abu Kasyah dari kabilah yang sama.
Saudara-saudara sepersusuan Rasulullah SAW adalah Abdullah bin al-Harits, Unaisah binti Al- Harits, Hadzafah atau Jadzafah binti Al-Harita ( Asy-Syaima’ yang meupakan julukan yang umumnya dipakai untuk namanya). Selain menyusui Rasulullah SAW, Halimah juga menyusui Abu Sufyan Al-Harits bin Abdul Muthalib, anak paman atau keponakan Rasulullah SAW.
Paman Rasulullah SAW, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib juga disusui oleh bani Sa’ad bin Bakar. Suatu hari ibu susuan Rasulullah SAW juga pernah menyusui Hamzah bin Abdul Muthalib selagi beliau masih dalam susuannya. Dengan demikian, Hamzah bin Abdul Muthalib adalah saudara sepersusuan Rasulullah SAW dari dua pihak, yaitu dari Tsuwaibah dan dari Halimah As-Sya’diyah.
Halimah As-Sya’diyah bisa merasakan berkah yang dibawa oleh Rasulullah SAW, sehingga bisa mengundang decak kekaguman. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq yang mengisahkan bahwa Halimah As-Sya’diyah pernah keluar dri negrinya bersama suami dan anak yang disusuinya, serta beberapa wanita dari Bani Sa’ad bin Bakar. Tujuan mereka adalah mencari anak yang bisa disusui.
Dia berkata,” itu masa paceklik, tidak banyak kekayaan yang tersisa, aku pergi sambil naik keledai betina milik kami dan seekor unta yang sudah tua dan tidak bisa diambil air susunya walau setetes pun.sepanjang malam kami tdak pernah tidur, harus meninabobokan bayi kami yang terus menerus menangis karena kelaparan. Air susuku juga tidak bisa di harapkan, sekalipun kami masih mengharapkan adanya uluran tangan dan jalan keluar. Akupun pergi sambil menunggang keledai betina milik kami dan hampir tidak pernah turun dari punggungnya, sehingga keledai itu semakin lemah kondisinya.
Akhirnya kami serombongan tiba di Mekkah dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui. Setiap wanita yang ditawari bayi Rasulullah SAW pasti menolaknya, setelah tahu bahwa beliau adalah anak yatim. Tidak mengherankan, karena kami memang mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak bayi yang kami susui. Kami semua berkata,” dia adalah anak yatim.” Tidak ada pilihan bagi ibu dan kakek beliau SAW, karena kami tidak menyukai keadaan seperti itu. Setiap wanita dari rombongan kami sudah mendapatkan bayi yang disusuinya, kecuali aku sendiri. Tatkala kami sudah siap-siap untuk kembali, aku berkata kepada suamiku,’ demi Allah aku tidak ingin kembali bersama wanita teman-temanku tanpa membawa seorang bayi yang kususui. Demi Allah aku benar-benar akan mendatangi anak yatim itu dan membawanya.’ Suaminya menjawab,’ jangan lakukan itu.’ Akupun berkata,’mudah-mudahan Allah memberkahi kita dengan mengambil anak itu.
Halimah melanjutkan kisahnya,”aku pergi menemui bayi itu ( Rasulullah SAW ) dan aku siap membawanya. Tatkala menggendongnya seakan-akan aku tida merasa repot karena mendapat beban yang lain.
Aku segera kembali menghampiri hewan tungganganku, dan tatkala putting susuku kusodorkan kepadanya, bati itu bisa menyedot air susu sesukanya dan meminumnya hingga kenyang. Anak kandungku juga bisa menyedot air sususepuasnya hingga kenyang, setelah itu keduanya tertidur pulas. Padahal, sebelum itu kami tidak pernah tidur sedikitpun karena mengurus bayi kami. Kemudian suamiku mengampiri untanya yang sudah tua, ternyata air susunya menjadi penuh, maka kami memerahnya. Suamiku bisa meminum air susu unta kami, begitu pula aku, hingga kami benar-benar kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa paling indah bagi kami.
Esok harinya suamiku berkata kepadaku,”demi Allah tahukah engkau wahai Halimah, engkau telah mengambil satu jiwa yang penuh berkah.” Halimah As-Sya’diyah pun berkata,” Demi Allah aku pun berharap yang demikian itu.”
Halimah As-Sya’diyah melanjutkan penuturanya,” kemudian kami pun siap-siap pergi dan aku menunggang keledaiku, semua bawaan kami juda kunaikan bersamaku diatas punggungnya. Demi Allah setelah kami menempuh perjalanan cukup jauh, tentulah keledai-keledai mereka tidak akan mampu membawa beban seperti yang aku bebankan di atas punggung keledaiku, sehingga rekan-rekan ku berkata kepadaku,” wahai putrid Abu Dzu’aib, celaka engkau ! tunglah kami! Bukankah ini keledaimu yang pernah engkau bawa bersama kita dulu ?,” Halimah As-Sya’diyah berkata,” Demi Allah, begitulah . ini adalah keledaiku dulu.” Mereka berkata,”Demi Allah, keledaimu kini bertambah perkasa.”
Kami pun tiba di tempat tinggal kami di daerah Bani Sa’ad bin Bakar. Aku tidak pernah melihat sepetak tanah pun milik kami yang lebih subur saat itu. Domba-domba kami datang menyongsong kedatangan kami dalam keadaan kenyang dan air susunya juga berisi penuh, sehingga kami bisa memerahnya dan meminumnya. Sementara setiap orang yang memerah air susu hewannya sama sekali tidak mengeluarkan air susu walau setetes pun dan kelenjar susunya juga kemps, sehingga mereka berkata garang kepada penggembalanya,” Celakalah kalian! Lepaskanlah hewan gembalaannya seperti yang dilakukan oleh gembala putrid Abu Dzu’aib.” Namun domba-domba mereka pulang ke rumah tetap dalam keadaan lapar dan tidak ada setetes pun mengeluarkan air susu. Sementara domba-domba ku pulang dalam keadaan kenyang dan kelenjar susunya berisi penuh. Kami senantiasa mendapatkan berkah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui anak susuan kami. Lalu menyapihnya. Dia tumbuh dengan baik, tidak seperti bayi-bayi yang lain. Bahkan sebelum usia dua tahun pun dia sudah tumbu pesat.
Kemudian kami membawanya kepada ibunya, meskipun kami masih berharap agar anak itu tetap berada di tengah-tengah kami, karena kami bisa merasakan berkahnya. Maka kami menyampaikan niat ini kepada ibunya. Aku berkata kepadaanya,”andaikan saja engkau sudi membiarkan anakmu ini tetap bersama kami hingga menjadi besar, karena aku khawatir dia terserang penyakit yang biasa menjalar di Mekkah.” Kami terus-menerus merayu ibunya agar dia berkenaan mengembalikan anak itu tinggal bersama kami.
Begitulah Rasulullah SAW  tinggal di tengah-tengah Bani Sa’ad bin Bakar, hingga tatkala beliau berumur empat atau lima tahun terjadi peristiwa pembelahan dada beliau.
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW didatangi Malaikat Jibril, yang saat itu beliau sedang bermain-main dengan beberapa anak kecil lainnya. Malaikat Jibril memegang beliau dan menelentangkannya, lalu membelah dada dan mengeluarkan hati beliau dan mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau, seraya berkata,” ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu ,” lalu Malaikat Jibril mencucinya di sebuah baskom dari emas dengan menggunakan air Zamzam, kemudian menata dan memasukannya ketempatnya semula. Anak-anak kecil lainnya berlarian mencari ibu susunya dan berkata,” Muhammad telah dibunuh!” mereka pun datang menghampiri beliau yang wajahnya semakin berseri.
Bersambung…………..(kembali kepangkuan ibunda tercinta)   
sumber ;
Al-Rahiq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah Sejarah Hidup Nabi Muhammad)
Karya : Syaikh Safiyyurrahman Al-Mubarakfuri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar