Selasa, 16 Agustus 2016

ASBABUL WURUD



Pengertian Asbabul Wurud
Secara etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhafah (baca: kata majemuk) yang berasal dari kata asbab dan al-wurud. Kata “asbab adalah bentuk jamak dari kata “sabab”, yang berarti segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain. Atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata “wurud” merupakan bentuk isim masdar (kata benda abstrak) dari warada, yaridu, wurudan yang berarti datang atau sampai.
Menurut as-Suyuthi secara terminologis asbabul wurud diartikan sebagai :
“sesuatu yang menjadi thariq ( metode ) untuk menentukan maksut suatu hadis yang bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan ) dalam suatu hadis.”
            Sementara itu, ada pula ulama yang memberikan definisi asbabul wurud, agak mirip dengan pengertian asbabul nuzul.[1]
            Dari tiga definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa asbabul wurud itu sama halnya dengan asbabul nuzul. Asbabul wurud merupakan sebab-sebab terjadinya sesuatu atau yang melatar belakangi sesuatu,  dalam hal ini munculnya suatu hadits.


Mekanisme munculnya sebuah hadits
Mekanisme munculnya sebuah hadis ada dua macam yaitu muncul
disertai dengan Asbabul Wurud, dan muncul tanpa asbabul wurud.
1.      Dengan asbabul wurud
yaitu hadis muncul karena ada suatu kejadian sehingga Rasulullah mengeluarkan hadis untuk menerangkannya atau hadis muncul karena ada yang melatarbelakanginya. Mekanisme ini biasanya berkaitan dengan syariat islam. Contoh:
Mandi Jum’at
عَنْ عُمَرِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْجُمُعَةُ فَلْيَغْتَسِلْ
’’Dari Umar bin Khattab bahwa Rasulullah SAW bersabda apabila salah seorang kamu datang untuk menunaikan shalat jum’at, maka hendaklah mandi.’’ (HR. Malik, al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan an-Nasa’i)
Asbabul Wurud:
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim dan dinyatakan sebagai hadis shahih, dari jalur Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa pernah ada dua orang penduduk Iraq datang kepada Ibnu Abbas yang menanyakan soal mandi di hari jum’at, apakah mandi jum’at itu wajib hukumnya? Ibnu Abbas lalu menjawab : ‘’Barang siapa mandi di hari jum’at itu lebih baik, dan lebih bersih’’. Ibnu Abbas lalu menceritakan kepada orang tadi, mengapa ada perintah mandi jum’at. Pada zaman dulu, di masa Nabi SAW, orang-orang biasa memakai kain wol kasar. Mereka adalah para petani kurma yang biasa menyirami pohon kurmanya. Pada zaman dulu masjid relatif sempit, sehingga orang-orang yang masuk kedalam masjid saling berhimpitan. Kebetulan pada hari jum’at, cuaca sangat panas. Waktu itu, Rasulullah SAW keluar untuk berkhutbah di mimbarnya. Ketika beliau sedang berkhuttah ternyata bau keringat para petani kurma tadi terasa sangat mengganggu sebagian yang lain dan bahkan tercium oleh hidung Rasulullah . Maka Nabi kemudian bersabda:
يا أيها الناس إذاكان هذا اليوم فاغتسلوا وليمسن أحدكم أ طيب مايجد من طيه أودهنه
’’Wahai manusia ! apabila datang hari jum’at seperti ini, maka hendaklah kalian mandi dan memakai harum-haruman (minyak wangi).’’ [2]
2.      Tanpa Asbabul wurud
Hadis yang muncul tanpa ada sebab yang melatar belakanginya, biasanya membahas tentang pribadi Rasulullah. Contoh:
Memecah Tulang Mayit
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: كَسْرُ عَظْمِ الْمَيَّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا.
’’Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ’’ Memecah tulang mayit itu seperti memecah tulangnya dalam keadaan hidup.’’ (HR. Abu Dawud) 
Asbabul Wurud:
            Pada sebagian hadis Ibnu Mani’, beliau berkata : ’’Bahwa Mahraz bin ‘Aruf telah menceritakan kepada kami. Beliau menerima riwayat dari al-Qasim bin Muhammad bin Abdullah bin Aqil dari Jabir. Beliau berkata: ’’Suatu ketika kami keluar membawa jenazah bersama Rasulullah sampai kekuburan. Nabi SAW kemudian duduk di sisi kuburan itu, kamipun ikut duduk di sisi beliau. Tiba-tiba ada seorang sahabat yang sedang menggali kuburan dan menemukan tulang betis dan lengan manusia. Dia lalu pergi untuk memecahkannya . melihat hal itu, maka Nabi SAW bersabda:
لاَ تَكْسِرْهَا فَإِنَّ كَسْرَكَ إِيَّاهُ مَيِّت كَسْرُكَ إيَّاهُ حَيَّا وَلَكِنَّ دسه فِى جَانِبَ الْقَبْرِ ق
’’Janganlah kamu pecah tulang tersebut, karena kamu memecahnya dalam keadaan sudah mati itu seperti memecahnya dalam keadaan hidup, Oleh karena itu, tulang itu di sisi kuburannya.’’[3]
CARA MENGETAHUI SEBAB MUNCULNYA SEBUAH HADITS DAN NILAI RIWAYAT DIDALAMNYA
Ijtihad adalah mujtahid mencurahkan segala kemampuan dalam mendapatkan pengetahuan mengenai hukum-hukum syara’ dengan cara istinbat. Ijtihad dalam sabab al wurud bertujuan melihat sabab al-wurud yang tidak disebut dalam Nash Nabawi atau sahabi. Maka didapati jalan untuk mengetahui sabab al-wurud al-hadits itu tiga:
1.      Melalui al-Nash al-Nabawi yaitu hadis Nabi saw sendiri. al-Nash al-Nabawi secara sarin atau terang yaitu jelas dan tidak ada kesamaran bahwa itu bukan sabab wurudnya. Sanad dan matannya baik yaitu susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak bertentangan ayat al-Quran.
2.      Aqwal al sahabat
Ini karena golongan yang paling dekat dengan Rasulullah, mendengar ucapan-ucapan Nabi dan menyaksikan terhadap hadis-hadis Nabi dalam bentuk tindakan. Namun jika sahabat menyebut sabab al-Wurud bagi sebuah hadis yang tidak dianggap sebagai marfu’, maka sebelum       menerimanya wajib memastikan bahwa ia benar-benar ucapan sahabat.untuk memastikan hal itu maka disana ada dua dhabith yang mesti dipatuhi:
1)      Dhabith (pasti) riwayat berkenaan
2)      Dhabith bahwa perkataan itu mauquf kepada Nabi saw. Dengan syarat Tidak bertentangan dengan hadis lain yang terbit dari Nabi saw, tidak ada riwayat sahabat lain yang bertentangan.
3.      Al-Ijtihad
Disini banyak sabab yang memerlukan ihtihad untuk menyingkap sabab al-wurud dalam faktor-faktor fiqihi yang menuju arah ijtihad. Melalui ijtihad membantu menyimpulkan hukum fiqih yang kelihatan bertentangan dengan kedua sumber syara’.[4]

MACAM- MACAM ASBABUN WURUDIL HADIS
            Menurut Imam as-Suyuthi, asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu;
1.      Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
Artinya disini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW mengeluarkan sabdanya. Contohnya dalam firman Allah SWT yang berbunyi :
Orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampur-adukan iman mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-An’am : 82)
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “ azh-zhulmu” dengan pengertian al-jaur yang berarti berbuat aniyaya atau melangggar aturan, Nabi SAW kemudian memberikan penjelasan bahwa maksud azh-zhulmu dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirk.
2.      Sebab yang berupa hadis
Artinya pada waktu itu terdapat suatu hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap hadis tersebut.
3.      Sebab yang berupa perkara yang berkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat.[5]
FAEDAH MEMPELAJARI ASBABUL WURUD
1.      Mentakhsish ( mengkhususkan ) arti yang umum
Ini terlihat missal dalam hadis “ Pahala orang yang duduk, setengah dari shalat orang yang berdiri”, Dari hadis dijelaskan bahwa hadis tersebut mengandung maksud khas yang ditunjukan kepada mereka yang mampu berdiri ,dengan mengecualikan yang tidak mampu berdiri.
2.      Membatasi arti yang mutlak
3.      Merinci yang mujmal (global).
4.      Menentukan persoalan “naskh” (penidak berlakuan ) dan menjelaskan nasikh dan mansukh (yang menidakberlakukan dan yang ditidak berlakukan)
5.      Menerangkan ‘illat (alasan) suatu hukum
6.      Menjelaskan kemusykilan.[6]

CONTOH DARI ASBABUL WURUDIL HADITS
1.      Tentang cincin perak
اِتَّخِذْهُ مِنْ وَرَقٍ وَلَا تُتِمَّهُ مِثْقَالًا
Artinya
“ Ambillah cincin yang dari perak dan jangan cukupkan beratnya satu mitsqal”
Diriwayatkan oleh : Abu Daud, Turmidzi, Nasai dan Ibnu Hibban dari Buraidah. Menurut Turmidzi hadist ini ghorib. Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar : “para isnadnya ada orangbernama Abdullah bin Muslim Al Marwazi, sebutannya Abu Zhabiyyah. Ibnu Hibban dalam ‘Ats Tsiqaat” menilai bahwa derajat hadits ini paling sedikit hasan.
Sababul wurud :
Dijelaskan dalam Sunan Abu Daud dari Buraidah dari ayahnya, bahwa seorang laki laki telah datang kepada Nabi SAW. Ia memakai cincin dari jenis logam berwarna kuning. Rosulullah bersabda : “Aku mencium bau berhala dari (tanganmu) maka ia pun melemparkan cincin tersebut. Kemudian ia datang dan ia datang kembali, memakai cincin dari besi. Kata rosulullah : “aku melihat apa yang ada pada tanganmu perhiasan ahli neraka”. Iapun melemparkannya. “Jadi, sebaiknya apa yang boleh di pakai?” rosululloh menjawab : “ pakailah cincin dari perak yang jumlahnya tidak sampai semitsqal”.[7]
2.      Hadis tentang keharusan Mahram bagi wanita ketika berpergian.
Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibn Abbas dan yang lainnya secara marfu’ :

لَاتُسَافِر اِمْرَأَةٌ إِلّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ
Artinya:
Tidak boleh seorang perempuan berpergian, kecuali dengan mahramnya.”
Hadis ini muncul dengan alasan dibalik larangan ini adalah kekhawatiran akan keselamatan perempuan yang berpergian sendiri tanpa disertai suami atau mahram. Ketika itu, sarana transportasi adalah unta, bighal, dan keledai. Mereka biasanya menempuh padang pasir dan daerah-daerah sepi dan tidak berpenghuni. Jika dalam kondisi perjalanan seperti itu, seorang perempuan luput dari bahaya, harga dirinya akan tetap tercemar.[8]
          KESIMPULAN
   Dari uraian di atas tersurat bahwa kajian terhadap asbab al wurud al hadis menjadi sangat penting untuk menentukan makna ideal dalam memahami hadis, memang tidak semua hadis mengandung sebab-sebab keluarnya tetapi sebagian hadis yang memiliki sebab-sebab dimaksud akan memberikan kemudahan,memberikan interpretasi terhadap makna suatu hadis.
Asbabul wurud merupakan segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain.
 
 
referensi :
 
[1]Said Agil Husin Munawwar, Asbabul Wurud, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),
hlm. 7-8.
[2]Ibid, hlm 55-56
[3]Ibid,  hlm.88.
[4]Saeful hadi, Ulumul Hadits, (Yogyakarta: Sabda Media, 2014) hlm. 29-34.
[5]Said agil Husain Munawwwar, Asbabul Wurud, hlm.9-12.
[6]Al-hafizh Jalaluddin as-Sayuthi, terj. Taufiqullah,Afif Mohammad, Proses lahirnya sebuah hadits, (Bandung: Pustaka,1406 H- 1985 M), hlm.6-15
[7]Hamzah al Husaini al Hanafi, Asbabul Wurud, terj. Suwarta Wijaya (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) hlm. 22.
[8]Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Studi Hadis, (Bandung : CV pustaka setia,2007),
hlm. 207-208.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar