1.
Pengertian Takhrij
Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa
makna, yang paling mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari
tempatnya, atau keadaanya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang artinya menampakkan dan
memperlihatkannya, dan al-makhraj
yang artinya tempat keluar, dan akhraja
al-hadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits
kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.[1]
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan
tempat hadits pada sumber aslinnya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan
sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.[2]
Jadi
penulis menyimpulkan bahwa Takhrij adalah
ilmu untuk menleliti hadist yang terdapat dalam suatu kitab guna mengetahui sanad dan matannya.
2.
Latar belakang Takhrij
Takhrij
bertujuan menunjukkan sumber Hadist – hadist dan menerangkan ditolak atau
diterimanya Hadist – hadist tersebut.[3]
Supaya pencari ilmu dapat di perkuat oleh suatu
hadist atau yang meriwayatkannya setelah ia mengetahui ulama para
penyusun yang meriwayatkan hadist dalam kitabnya sebagai musnad (sandaran).[4]
Menurut abu muhammad mahdi dalam bukunya yaitu metode takhrij hadist,
kitab-kitab pertama yang hadistnya ditakhrij oleh kotib al-Bahdadi (-463
h)dengan kitabnya “Takhrij Al-Fawaid al-muntakhobah Ash-shihah wa al-Ghoroib”
dan karangan syarif Abi Qosim al-maharwany.[5]
Sebab
adanya Takhrij :
a)
Karena
untuk menjelaskan martabat suatu hadis apakah termasuk shahih, hasan dan dha’if
atau lainnya apabila diperlukan.
b)
Melalui
takhrij seseorang akan mengetahui sanad hadis itu Maqthu’ ( terputus ) atau
muttashil ( tersambung )[6].
3.
Bagian – bagian yang diteliti Takhrij
Ada tiga alasan
utama yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij
al-hadist dalam melakukan penelitian hadist, yaitu :
a.
Untuk
mengetahui asal – usul riwayat hadist yang akan diteliti
Suatu
hadist akan sulit diteliti status dan kualitasnya bila terlebih dahulu tidak
diketahui asal – usulnya. Tanpa diketahui asal – usulnya, maka sanad dan matn hadist yang bersangkutan sulit diketahui susunannya menurut
sumber pengambilannya. Tanpa diketahui susunan sanad dan matn secara
benar, maka hadist akan sulit diteliti secara cermat.
b.
Untuk
mengetahui seluruh riwayat bagi hadist yang akan diteliti
Hadist
yang akan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad. Mungkin saja, salah satu sanad
hadist itu berkualitas daif,
sedangkan yang lainnya berkualitas sahih.
Untuk dapat menentukan sanad yang
berkualitas sahih dan daif, maka terlebih dahulu harus
diketahui seluruh riwayat hadist yang bersangkutan.
c.
Untuk
mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan
mutabi pada sanad
Ketika salah
satu sanad hadist diteliti, mungkin ada periwayat lain yang
sanadnya mendukung sanad yang sedang diteliti. Dukungan
itu bila terletak pada bagian periwayat tingkat pertama, yakni tingkat sahabat
Nabi, disebut sebagai syahid, sedang
bila terdapat di bagian bukan periwayat tingkat sahabat disebut sebagai mutabi. Dalam penelitian sebuah sanad, syahid yang didukung oleh sanad
yang kuat dapat memperkuat sanad yang
sedang diteliti. Begitu pula mutabi
yang memiliki sanad yang kuat, maka sanad yang sedang diteliti mungkin dapat
dapat ditingkatkan kekuatannya oleh mutabi
tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu sanad
memiliki syahid atau mutabi, maka seluruh sanad hadist itu harus dikemukakan.[7]
Penelitian
tentang sanad
a)
Sanad
bersambung adalah prosuder untuk mengetahui kebersambungan sanad untuk
memastikan matan hadis itu berasal dari nabi dengan mencatat semua perawi dalam
sanad, mempelajari biografi, aktivitas keilmuan setiap perawi dan meneliti kata-kata yang menghubungkan
antara perawi dalam sanad.
b)
Perawi
bersifat adil adalah ada empat point yaitu islam, mukhallaf tidak fasiq dan
senantiasa menjaga citra diri dan martabatnya ( muru’ah ).
c)
Perawi
bersifat dhabit kemampuan untuk cepat menghafal.
d) Terhindar dari Syadz adalah seorang periwayat tsiqah yang bertentangan dengan
periwayat yang lebih banyak yang juga tsiqah.[8]
Penelitian
tentang matan
e)
Meneliti
matan dengan melihat kualitas sanad adalah sanadnya shahih dan matannya shahih,
sanadnya shahih dan matannya dhoif, sanadnya dhoif dan matannya shahih dan
sanadnya dhoif, dan matannya dhoif.
f)
Meneliti
susunan matan yang semakna, perbedaan lafal yang tidak mengakibatkan terjadinya
perbedaan makna, asalkan sanadnya sama-sama shahih.
g)
Meneliti
kandungan makna adalah mempertahankan matan-matan atau dalil-dalil lain yang
mempunyai masalah yang sama.[9]
4.
Metode
– metode Takhrij
Metode
pertama, takhrij dengan cara mengetahui
perawi hadits dari sahabat:
Metode ini dikhususkan jika kita
mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan
dari tiga macam karya hadits:
- Al-masanaid (musnad-musnad) dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri.
- Al-ma’ajim (mu’jam-mu’jam) susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyah) atau dengan kata kunci dalam hadis sesuai dengan urutan abjad. Contoh, kamus hadis yang ditulis oleh Wensink, yaitu “Mu’jam al-Mufahras li alfadz al-hadis”.
- Kitab-kitab Al-athraf kebanyakan kitab-kitab ini disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus.
Metode kedua, takhrij dengan cara mengetahui permulaan
lafazh dari hadits. Cara ini dapat dibantu dengan:
- Kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya, “Ad-Durar Al-Muntatsirah fil Ahaditsi Al-Musytaharah” karya As-Suyuti.
- Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya: “Al-Jami’u Ash-shaghir min ahadits Al-Basyir An-Nadzir” karya As-Suyuti.
- Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya: “Miftah Ash-Shahihain” karangan At-Tauhadi.
Metode ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang
jarang penggunaanya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits.
Metode ini dapat
dibantu dengan kitab Al-Mu’jam
Al-Mufahras li Al-Faadzi Al-Hadits An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang
paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu: Kutubus sittah, Muwattha’ Imam malik, Musnad ahmad dan Musnad
ad-darimi.
Metode keempat, takhrij dengan cara mengetahui topik
pembahasan hadits. Jika telah diketahui topik dan objek pembahasan hadits, maka
bisa dibantu dalam takhrij nya dengan
karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini
banyak dibantu dengan kitab “Miftakh
Kunuz As-Sunah” yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan
judul-judul pembahasan.[10]
5.
Manfaat Takhrij
1.
Takhrij memperkenalkan sumber – sumber hadist.
2.
Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad Hadist – hadist
melalui kitab – kitab yang ditunjukinya.
3.
Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad.
4.
Takhrij memperjelas hukum hadist dengan banyak riwayatnya
itu.
5.
Dengan
Takhrij kita dapat mengetahui
pendapat – pendapat para Ulama sekitar hukum hadist.
6.
Takhrij dapat memperjelas perawi Hadist yang samar.
7.
Takhrij dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan
Hadist oleh seorang perawi mudallis.
8.
Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya
percampuran riwayat.
9.
Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat
dalam satu sanad.
10. Takhrij
dapat membedakan Hadist
yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu ) dari yang lain.
11. Takhrij
dapat menghilangkan
hukum “Syadz” (kesendirian riwayat
yang menyalahi riwayat tsiqat) yang
terdapat pada seuatu Hadist yang melalui perbandingan riwayat.
12. Takhrij dapat mengungkapkan keragu –raguan dan
kekeliruan yang dialami oleh perawi.
13. Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat
kejadian timbulnya Hadist.
14. Takhrij dapat menjelaskan sebab – sebab
timbulnya Hadist.
15. Takhrij
dapat mengungkapkan
kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui perbandingan –
perbandingan sanad yang ada.
Secara simple, melalui takhrij kita dapat :
1.
Mengumpulkan
berbagai sanad dari sebuah Hadist.
2.
Mengumpulkan
berbagai redaksi dari sebuah matan Hadist.[11]
6.
Cara Mentakhrij Hadist
Cara Menggunakan
Kamus (Manual):
a.
Menentukan
hadist yang akan ditakhrij
b.
Mencari
Hadist pada kamus hadist (Mu’jam, Athraf)
c.
Melacak
ke kitab – kitab hadist induk
d.
Membuat
bagan sanad
e.
Melakukan
penelitian rawi dan matan
f.
Menyimpulkan dari hasil penelitian[12]
KESIMPULAN
Ilmu Takhrij
adalah merupakan kunci pembendaharaan Hadist. Dengan ilmu Takhrij kita bisa
mengenal hakekat Hadist. Banyak metode tentang cara mengetahui tingkat kualitas
suatu hadist dan kita bisa mengetahui hadist itu pada golongan shohih, hasan dan dhoif. Dengan demikian ilmu takhrij
sangat membantu dalam mengidentivikasi suatu hadist.
referensi ;
[1][1]Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, cet.I (Jakarta;Pustaka
Al-Kausar, 2005), hlm. 189.
[2]Ibid, hlm 189.
[3]Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadist, Terj. Agil Husin
Munawwar, Cet. I ( Semarang; Dina Utama, 1994), hlm, 4.
[4]Mahmud, Dasar – dasar Ilmu Takhrij, Cet. I
(Semarang; Dina Utama, 1995), hlm. 21.
[5] Ibid, hlm 22.
[7]Suryadi, Metodologi Penelitian Hadist, Cet. I
(Yogyakarta; Teras, 2009), hlm 32-33.
[8]Umi sumbulah, Kajian
Kritis Ilmu Hadis, Cet.I (Malang; UIN-MALIKI PRESS,2010), hlm
184-185
[11]Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadist, Terj. Agil Husin
Munawwar, Cet. I ( Semarang; Dina Utama, 1994), hlm, 4-6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar