1.
Hadits
mutawatir
a.
Pengertian
hadits mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi, yaitu sesuatu yang datang berikut dengan kita, atau yang
beriringan antara satu dengan lainnya dengan tidak ada jaraknya.[1]Sedangkan
menurut istilah, mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak,
menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan
memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang
dapat diketahui dengan indera seperti pendengaran dan semacamnya.[2]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hadits mutawatir adalah
hadits yang diriwayatkan rawi yang banyak dimana rawi tersebut mustahil untuk
berdusta.
b.
Persyaratan
hadits mutawatir
Suatu hadits dapat dikatakan hadits mutawatir jika memenuhi syarat
berikut :
1)
Diriwayatkan
oleh banyak perawi
2)
Adanya
keyakinan bahwa mereka tidak berdusta
3)
Adanya
keseimbangan para rawi
4)
Berdasarkan
tanggapan panca indera. [3]
c.
Pembagian
hadits mutawatir
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi tiga:
1)
Hadits
mutawatir lafzhi
Yakni hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan
redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dan lainnya.
Contoh hadits mutawatir lafzhi :
رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
فَمَنْ كَذَّبَ عَليَّ مُتَعَمِّدَا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّاِر(رواه
البخارى)
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia
bersiap-siap menduduki tempat duduknya di neraka. (H.R. Bukhari)
2)
Hadits
mutawatir ma’nawi
Yakni
hadits lafazh dan maknanya berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya,
tetapi terdapat persesuaian makna secara umum (kulli).
Contoh hadits mutawatir ma’nawi :
كَانَ النَّبِيُّ صَلي الله عَليْهِ وَسلَّمَ
لَايَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَا ئِهِ إِلَّا فِي لإِسْتِسْقَاءِ
وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ (رواه البخارى)
Nabi SAW, tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau,
kecuali dalam shalat istisqa, beliau mengangkat tangannya hingga tampak
putih-putih kedua ketiaknya. (H.R. Bukhari)[4]
3)
Hadits
mutawatir ‘amali
Yakni sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa dia termasuk urusan
agama dan telah mutawatir antar umat islam,bahwa Nabi SAW mengajarkannya,
menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan pengertian ini sesuai dengan tai’rif
ijma’.[5]
Contoh:
صَلٌّوْ كَمَا رَاَيْتُمُنِيْ اُصَلّي
“Sholatlah kamu seperti kamu melihat aku
(rasulullah) sholat.”
2.
Hadis
Ahād
a.
Pengertian
hadis ahād.
Kata ahādatau wahid berdasarkan seg bahasa berarti
satu, maka khabar ahādatau khabar wahid berarti suatu berita yang
disampaikan oleh satu orang. Hadis ahādmenurut istilah yang
didefinisikan oleh ulama yaitu khabar yang jumlah perawinya tidak
sebanyak jumlah perawi hadi muetawatir,baik perawinya itu satu, dua,
tiga, empat, lima, dan seterusnya yang memberikan pengertian bahwa jumlah
perawi tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadis mutawatir.[6]
b.
Persyaratan
hadis ahad.
Di tiap-tiap thabaqah,
mungkin satu orang, dua orang, tiga orang atau malah lebih banyak rawi namun
tidak sampai tingkat mutawatir.
c.
Pembagian
hadis ahad
Para ulama membagi hadis ahādmenjadi dua macam yaitu :
1.
Hadis
Masyhur
Menurut
bahasa masyhur adalah muntasyir, yaitu sesuatu yang sudah
tersebar, sudah populer. Adapun menurut istilah, hadis masyhur adalah
hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap thabaqah tidak
mencapai derajat mutawatir.[7]
2.
Hadis
Ghoiru masyhur
Hadis
ghoiru masyhur dibagi menjadi dua yaitu :
a)
Hadis
Aziz
Kata aziz berasala dari azza-ya’izzu yang berarti yakadu
yujaduatau qalla wanadar (sedikit atau jarang adanya) atau berasal
dari azza-yaazzu berarti qawiya (kuat). Adapun kata aziz menurut
istilah adalah hadis yang perawinya kurang dari dua orang dalam semua thabaqat
sanad.[8]
Contoh
hadist azis :
لاَيَوُّمِنُ احَمَدُكُمْ حَتَّى اكُوْنَ اَحَبَّ اْلَيْهِ مِنْ
وَالِدِوَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ اجْمَعَيْنَ
Tidak semua imam salah seorang diantara kamu sebelum aku lebih
dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.[9]
b)
Hadis
Gharib
Gharib menurut bahasa
berarti al-munfarid (menyendiri) ataual-ba’id an aqqaribihi (jauh
dari kerabat). Ulama ahli hadis mendefinisikan hadis gharib “hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik
yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya.[10]
KESIMPULAN
Dalam
lingkup pembahasan Hadits kita akan menemui klasifikasi hadist dalam hal kuantitas
dan kualitasnya. Disini, telah dibahas mengenai klasifikasi hadits berdasarkan
kuantitasnya, hadits dibagi menjadi dua yaitu hadits mutawatir dan hadits ahād,
hadits ahād dibagi menjadi dua yaitu haidts masyhur dan ghoiru masyhur, hadits
ghoiru masyhur dibagi menjadi dua yaitu hadits aziz dan hadits gharib. Hadits
mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh banyak rawi dimana rawi
tersebut mustahil untuk berdusta, hadits ahad diriwayatkan seorang rawi dimana
rawi belum mencapai tingkatan mutawatir.
referensi :
[1]Moh. Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media, 2007), hlm. 100.
[1]Moh. Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media, 2007), hlm. 100.
[2]Manna’
Al-Qathathan, Pengantar Ilmu Hadits, Terj. Mifdhol Abdurrahman, Cet. VII
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 110.
[3]Ibid.,
[4]Agus Solahudin,
Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Cet.I. (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
hlm.130-132.
[5]Moh. Nor
Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media, 2007), hlm.106.
[6]Mamam Adb.Djaliel, Ilmu
Hadis, Cet.IV (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 124.
[7]Ibid., hlm. 127.
[8]Ibid., hlm. 132.
[9]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul
Hadis, Cet.II. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 444.
[10]Ibid., hlm. 134.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar