Kamis, 08 September 2016

SIRAH NABAWIYAH ( edisi 11 )



lanjutan...
8. Perang Fijar/Fujjar
Pada usia 15 tahun, meletus perang Fijar antara pihak Quraisy bersama Kinanah, berhadapan dengan pihak Qais Ailan. Komandan pasukan Quraisy bersama Kinanah dipegang oleh Harb bin Umayyah, karena pertimbangan usia dan kedudukannya yang terpandang. Pada mulanya pihak Qais Ailan mendapat kemenangan. Namun, kemudian beralih ke pihak Quraisy bersama Kinanah.
Dinamakan perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian Tanah Haram dan bulan-bulan suci. Rasulullah SAW ikut bergabung dalam peperangan ini dengan cara mengumpulkan anak panah bagi paman-paman beliau untuk dilemparkan kembali ke pihak musuh.
9. Hilful Fudhul
Peperangan tersebut berdampak pada terjadinya suatu perjanjian yang disebut dengan Hilful Fudhul pada bulan Dzulqa’dah, yang merupakan bulan haram. Hampir seluruh kabilah Quraisy berkumpul dan menghadirinya. Mereka terdiri dari Bani Hasyim, Bani Al-Muthalib, Asad bin Abdul Uzza, Zahrah bin Kilab, dan Taim bin Murrah. Mereka berkumpul di kediaman Abdullah bin Jud’an At-Taimi karena factor usia dan kedudukannya. Isi perjanjian tersebut adalah, mereka bersepakat dan berjanji untuk tidak membiarkan ada orang yang dizalimi di Mekkah, baik dia penduduk asli maupun pendatang, dan bila hal itu terjadi mereka akan bergerak menolongnya hingga dia meraih haknya kembali. Rassulullah SAW menghadiri perjanjian tersebut.
Setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan risalah , beliau berkomentar,” aku menghadiri suatu perjanjian di kediaman Abdullah bin Jud’an yang lebih aku sukai ketimbang aku memilih unta merah ( harta yang paling termahal yang menjadi kebanggaan bangsa Arab ). Andai pada masa Islam aku diundang untuk menghadirinya, niscaya aku akan memenuhinya.
Semangat perjanjian ini bertentangan dengan fanatisme jahiliyah yang digembar-gemborkan ketika itu. Di antara hal yang disebutkan sebagai sebab terjadinya perjanjian tersebut adalah ada seorang dari Zabid datang ke Mekkah membawa barang dagangannya, kemudian barang tersebut dibeli oleh Al-Ash bin Wail As-Sahmi. Akan tetapi, dia tidak memperlakukannya sesuai dengan haknya. Orang tersebut meminta bantuan kepada sekutu-sekutu Al-Ash namun mereka mengacuhkanya. Akhirnya dia menaiki gunung Abu Qubais dan menyenandungkan syair-syair yang berisi kezaliman yang tengah dialaminya dengan suaraa yang keras. Rupanya, Az-Zubair bin Abdul Muthalib mendengar hal itu dan bergerak menujunya lalu bertanya-tanya,” mengapa orang ini di acuhkan ?” tak berapa lama kemudian berkumpulah kabilah-kabilah yang telah menyetujui Hilful Fudhul tersebut, lantas mereka mendatangi Al-Ash bin Wail dan mendesaknya agar mengembalikan hak orang tersebut, mereka berhasil setelah membuat suatu perjanjian.
10. menggembalakan kambing
Pada masa awal remaja, Rasulullah SAW tidak mempunyai pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat bahwa beliau biasa menggembala kambing di kalangan bani Sa’ad bin Bakar dan di Mekkah dengan imbalan uang beberapa dinar.
Ketika berusia dua puluh lima tahun, beliau pergi berdagang ke negri Syam dengan modal yang diperoleh dari Khadijah ra. Ibnu Ishaq berkata,” Khadijah binti Khuwailid adalah salah seorang wanita pedagang yang memiliki banyak harta dan memiliki nasab baik. Dia menyewa banyak kaum lelaki untuk memperdagangkan hartanya dengan sistem bagi hasil. Kabilah Quraisy dikenal sebagai pedagang yang handal. Maka tatkala sampai ke telinganya tentang kejujuran bicara, amanah dan akhlak Rasulullah SAW yang mulia, dia mengutus seseorang untuk menemuinya dan menawarkannya untuk memperdagangkan harta miliknya ke negri Syam. Dia menyerahkan kepada beliau barang dagangan yang istimewa, yang tidak pernah dipercayakannya kepada pedagang-pedagang yang lainnya.
Beliau juga didampingi oleh seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau menerima tawaran tersebut dan berangkat dengan barang-barang dagangannya bersama pembantunya tersebut hingga sampai ke Syam.
11. menikah dengan Khadijah
Ketika beliau pulang ke Mekkah dan Khadijah melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya begitu pula dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu, ditambah lagi informasi dari Maisarah, pembantunya, tentang budi pekerti beliau, kejeniusan, kejujuran dan keamanahannya ; maka dia seakan menemukan apa yang dicarinya selama ini ( calon suami ), padahal banyak kaum laki-laki bangsawan dan pemuka yang sangat berkeinginan untuk menikahinya, namun semua di tolak.
Akhirnya dia menceritakan keinginan hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Munayyah yang kemudian bergegas menemui beliau dan meminta kesediaan beliau untuk menikahi Khadijah. Beliau pun menyetujuinya dan menceritakan hal tersebut kepada paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamar keponakannya. Maka pernikahanpun berlangsung setelah itu dan akad tersebut dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin Mudhar.
Hal ini terjadi sepulang beliau dari Syam. Maskawin beliau berupa 20 ekor unta muda. Usia Khadijah binti Khuwalid sendiri adalah empat puluh tahun, yang pada masa itu dia merupakan wanita yang paling terpandang, cantik, pandai, dan kaya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah menikahi wanita lain hingga Khadijah binti Khuwalid meninggal dunia.
Putra-putri beliau-selain Ibrahim yang dilahirkan Mariyah Al-Qithbiyah-dilahirkan dari Khadijah binti Khuwalid. Mereka adalah Al-Qasim- yang dengan nama ini beliau dijuluki Abul Qasim, Abdullah yang- yang dijuluki Ath-thayyib dan At-Thahir, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan Fatimah. Semua putra beliau meninggal sewaktu kecil. Sedangkan putrid-putri beliau semuanya hidup pada masa Islam. Mereka semua menganutnya dan ikut berhijrah, namun semuanya meninggal dunia semasa beliau masih hidup kecuali Fatimah ra yang meninggal enam bulan setelah beliau wafat.
12. renovasi Ka’bah dan penyelesaian pertikaian
Pada usia 25 tahun orang-orang Quraisy sepakat untuk merenovasi Ka’bah, karena Ka’bah itu berupa susunan batu-batu, lebih tinggi dari badan manusia, tepatnya 9 hasta yang dibangun sejak masa Ismail, tanpa ada atapnya, sehingga banyak pencuri mengambil barang-barang berharga yang tersimpan di dalamnya.
Lima tahun sebelum kenabian, kota Mekkah dilanda banjir besar hingga meluap ke Baitul Haram, sehingga sewaktu-waktu bisa membuat Ka’bah menjadi runtuh. Konsisi seperti itu membuat bangunan Ka’bah semakin rapuh dan dinding-dindingnya pun sudah pecah-pecah. Sementara itu , orang-orang Quraisy dihinggapi rasa bimbang antara merenovasi dan membiarkannya apa adanya. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk hanya memasukan bahan-bahan banguna yang baik-baik. Mereka tidak menerima dana dari penghasilan para pelacur, jual beli dengan sistem riba, dan perampasan terhadap harta orang lain. Meski sudah demikian mereka tetap merasa takut untuk merobohkannya. Akhirnya Al-Walid bin Mughirah Al-Makhzumi mengawali perobohan bangunan Ka’bah, lalu diikuti oleh semua orang, setelah tahu tidak ada sesuatu pun yang menimpa Al-Walid. Mereka terus bekerja merobohkan banguna Ka’bah, hingga sampai rukun Ibrahim. Setelah itu mereka siap membangunnya kembali.
Mereka membagi sudut-sudut Ka’bah dan mengkhususkan setiap kabilah dengan bagiannya sendiri-sendiri. Setiap kabilah mengumpulkan batu-batu yang baik dan mulai membangun. Yang bertugas menangani urusan Ka’bah ini adalah seorang arsitek berkebangsaan Romawi yang bernama Baqum-nama aslinya Pachomius.
Tatkala pembangunan sudah sampai di bagian Hajar Aswad, mereka saling berselisih tentang siapa yang berhak mendapat kehormatan meletakkan Hajar Aswad itu di tempatnya semula. Perselisihan ini terus berlanjut selama 4 atau 5 hari, tanpa ada keputusan. Bahkan, perselisihan itu semakin meruncing dan ahmpir saaj menjurus kepada pertumpahan darah di Tanah Suci.
Akhirnya, Abu Umayyah bin Abu Mughirah Al-Makhzumi tampil dan menawarkan jalan keluar dari perselisihan di antara mereka, dengan menyerahkan urusan ini kepada siapapun yang pertama kali masuk lewat pintu masjid. Mereka menerima cara ini. Allah menghendaki orang yang berhak tersebut adalah Rasulullah SAW. Tatkala mengetahui hal ini mereka berbisik-bisik,”inilah Al-Amin. Kami rela kepadanya. Inilah dia Muahmmad.
Setelah mereka semua berkumpul di sekitar beliau dan mengabarkan apa yang harus beliau lakukan, maka beliau meminta sehelai selendang, lalu beliau meletakan Hajar Aswad tepat di tengah-tengah selendang, lalu meminta pemuka-pemuka kabilah yang saling berselisih untuk memegang ujung-ujung selendang, lalu memerintahkan mereka untuk secara bersama-sama mengangkatnya. Setelah mendekati tempatnya, beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula. Ini merupakan cara pemecahan yang sangat jitu dan memuaskan semua hati orang.
Orang-orang Quraisy kehabisan dana dari penghasilan yang baik. Maka mereka menyisakan di bagian utara, kira-kira 6 hasta, yang kemudian disebut Al-Hijr atau Al-Hathim. Mereka membuat pintunya lebih tinggi dari permukaan tanah agar tidak bisa dimasuki kecuali oleh orang-orang yang sangat menginginkannya. Setelah bangunan Ka’bah mencapai 15 hasta, mereka memasang atap yang disangga 6 tiang.
Setelah selesai, Ka’bah itu berbentuk segi empat yang ketinggiannya kira-kira mencapai 15 meter, panajng sisinya di tempat Hajar Aswad dan sebaliknya adalah 10 X 10 meter. Hajar Aswab itu sendiri diletakkan dengan ketinggian 1,5 meter dari permukaan pelataran untuk tawaf. Sisi yang ada dipintu sebaliknya setinggi 12 meter. Adapun pintunya setinggi 2 meter dari permukaan tanah. Di sekeliling luar Ka’bah ada pagar di bagian bawah ruas-ruas bangunan, di bagian tengahnya dengan ketinggian 0,25 meter dan lebarnya kira-kira 0,33 meter. Pagar ini dinamakan Asy-Syadzarawan. Namun, kemudian orang-orang Quraisy meninggalkannya.
Bersambung…………..(biografi beliau secara global sebelum kenabian)  
sumber ;
Al-Rahiq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah Sejarah Hidup Nabi Muhammad)
Karya : Syaikh Safiyyurrahman Al-Mubarakfuri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar