Senin, 15 Agustus 2016

SEJARAH PENYEMPURNAAN KITAB HADITS

Periode penyempurnaan hadis terjadi pada abad ketiga hijriyah.Periode ini berlangsung sejak masa Khalifah al-Ma’mun sampai pada awal pemerintahan Khalifah al-Muqtadir dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah.Penyempurnaan hadis ini dilakukan untuk memelihara keberadaan dan kemurnian hadis, sebagai antisipasi terhadap kegiatan pemalsuan hadis.[1]
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayyah yang mulai memerintah di penghujung abad pertama Hijriyah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan di dalam catatan dan hafalan para sahabat dan tabiin. Upaya untuk mengumpulkan dan membukukan hadis telah dilakukan oleh pertama kali oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
1.      Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan pembukuan hadis
a.       Tidak adanya larangan pembukuan, sedangkan al-Qur’an telah dihafal oleh ribuan orang, dan telah dikumpulkan dan dibukukan pada masa Utsman, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara al-Qur’an dengan hadis dan tidak ada kemungkinan untuk tercampur antara keduanya.
b.      Khawatir akan hilangnya hadis, karena ingatan kuat yang menjadi kelebihan orang Arab semakin melemah, sedangkan para ulama telah menyebar di beberapa  penjuru negeri Islam setelah terjadi perluasan wilayah kekuasaannya, dan masing-masing dari mereka mempunyai ilmu, maka diperlukan pembukuan Hadis Rasulullah untuk menjaga agar tidak hilang.
c.       Munculnya pemalsuan hadis akibat perselisihan politik dan madzhab setelah terjadinya fitnah, dan terpecahnya kaum muslimin menjadi pengikut Ali dan pengikut Mu’awiyah, dan Khawarij yang keluar dari keduanya. Masing-masing golongan berusaha memperkuat madzhab-madzhabnya dengan cara menakwil al-Qur’an bukan yang sebenarnya, atau membuat nash-nash hadis dan menisbatkan kepada Rasulullah apa yang tidak beliau katakana untuk memperkuat pendapat mereka.
d.      Semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam disertai dengan semakin banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, maka hal tersebut menuntut mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari hadis Nabi Saw, selain petunjuk al-Qur’an sendiri.
e.       Adanya kecintaan pada hadis Rasulullah oleh Imam Muhammad bin Syihab Az-Zuhri dan keinginannya untuk melakukan pengumpulan dan pembukuan.[2]
2.      Metode dalam penyempurnaan hadis:
a.       Metode Juz dan Atraf :Metode ini berdasarkan guru yang meriwayatkan dan menyebut pangkal hadis.
b.      Metode Klasifikasi Hadis :Metode ini mengklasifikasikan hadis berdasarkan topik.
c.       Metode Muwatta :Metode ini berdasarkan klasifikasi hukum islam (abwab fiqhiyah).
d.      Metode Mushannaf :Metode ini sama dengan metode muwatta, yaitu pembukuan hadis berdasarkan klasifikasi hukum islam.
e.       Metode Musnad :Metode ini berdasarkan nama para sahabat Nabi Saw yang meriwayatkan hadis itu.
f.       Metode Jami’ :Metode yang mencakup seluruh topik-topik dalam agama.
g.      Metode Mustakhraj’ :Metode yang berdasarkan penulisan kembali hadis-hadis yang terdapat dalam kitab lain.
h.      Metode Mustadrak : Metode ini berdasarkan menyusulkan hadis-hadis yang tidak tercantum dalam kitab hadis yang lain.
i.        Metode Sunan :Metode ini berdasarkan klasifikasi hukum islam dan hanya mencantumkan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Saw saja.
j.        Metode Mu’jam :Metode ini berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadis, atau yang lain. Dan lazimnya nama-nama itu disusun berdasarkan huruf mu’jam (alfabet).
k.      Metode majma’ :Metode ini dengan menggabungkan kitab-kitab hadis yang sudah ada.[3]
Dari urian diatas kelompok kami menyimpulkan bahwa dalam penyusunan sampai penyempurnaan Kitab Hadis ada beberapa metode yang digunakan.Metode ini digunakan oleh para ulama untuk mempermudah mempelajari hadis.
Kitab hadis termasyhur
Pengumpulan dan pembukuan hadis terus berlanjut dari masa Rasulullah, sahabat, tabiin, dan masa setelahnya hingga mencapai masa keemasan pembukuan hadis sekitar tahun 200-330 H. pada abad itu muncul para ulama dan kritikus hadis terkemuka.Hal yang lebih penting adalah lahirnya Kutub al-sittah yang memuat hampir seluruh hadis Nabi.Kitab itu menjadi pegangan utama bagi para ulama fiqih, mujtahid, sastrawan, psikolog, sosiolog, dan penulis dibidang lainnya.[4]
Kitab hadis yang termasyhur  atau yang disebut Kutub al-sittah ada 6 macam, yaitu :
1.      Shahih Bukhari
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizyah al-Ju’fi al-Bukhori.Beliau lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H di kota Bukhara.[5]
Sejak umur kurang lebih 10 tahun, sudah mempunyai perhatian dalam ilmu-ilmu hadis.Pada usia 16 tahun Imam Bukhori telah berhasil menghafalkan beberapa buah buku tokoh ulama pertama yang prominen, seperti Ibnu Mubarak, Waki’, dan lain-lain.
Beliau belajar kepada banyak guru.Adapun jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalm kitab Shahih-nya sebanyak 289 guru. Guru al-Bukhori antara lain :
a.       Imam Ahmad bin Hanbal,
b.      Ali bin al-Madini,
c.       Yahya bin Ma’in,
d.      Muhammd bin Yusuf al-Firyabi,
e.       Maki bin Ibrahim al-Balkhi,
f.       Muhammad bin Yusuf al-Baykandi,
g.      Ibnu Rahawaih, dan lain-lain.[6]
Diantara karya-karya al-Bukhori, karya yang paling termasyhur adalah Shahih Bukhori.Jumlah hadis dalam Shahih Bukhori berjumlah 9.082, namun jika dihitung tanpa pemuatan ulang, hadis tersebut hanya berjumlah 2.602.[7]Al-Bukhori menyusun kitabnya ini berdasarkan sistematika fiqih, karena beliau juga dikenal ssebagai ulama fiqih disamping ulama hadis.Bab dalam kitabnya berdasarkan pembahasan persoalan fiqih. Secara keseluruhan, kitab Shahih Bukhori terdiri atas lebih dari 100 bab (kitab) dan 3450 pasal (bab).[8]Al-Bukhori meninggal pada Jum’at malam tepat malam ‘Idul Fitri 1 Syawwal 256 H (31 Agustus 870 M) di Khirtank tidak jauh dengan kota Samarkand.
Banyak ulama yang mengkritik karya al-bukhori ini. Ada kira-kira 110 hadis yang kena sasaran kritik berkaitan dengan kualitas periwayat hadis (rijal)nya. Demikian juga ada yang mengatakan bahwa dari 435 orang rijal hadis al-Bukhori, ada 80 rijal yang dinilai dha’if. Namun, tentu saja al-Bukhori lebih mengetahui tentang persepsi dirinya terhadap tokoh hadis daripada orang lain. Ada pertimbangan tertentu yang tidak diperhitungkan ulama lain.[9]
2.      Shahih Muslim
Nama lengkapnya adalah Abu Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn muslim Al-Qusyairi an Naisaburi.Imam Muslim lahir di Naisabut pada tahun 204 H (820 M).[10]
Imam Muslim mulai belajar hadis pada tahun 218 H saat berusia kurang lebih 15 tahun.Banyak guru-guru yang didatanginya untuk belajar hadis.Guru-guru Imam Muslim adalah sama dengan guru-guru Imam Bukhori. Selain itu, Imam Muslim juga belajar kepada guru lain, yaitu :
a.       Usman bin Abi Syaibah,
b.      Abu Bakar bin Syaibah,
c.       Syaiban bin Farukh,
d.      Abu Kamil,
e.       Zuhair bin Harab,
f.       Amar an-Naqid,
g.      Muhammad bin Musanna,
h.      Muhammad bin Yasar,
i.        Harun bin Said al-Aili,
j.        Qutaibah bin Said.[11]
Diantara guru-guru Imam Muslim, al-Bukhori lah yang paling berpengaruh terhadap dirinya dalam metodologi penelitian hadisnya.Ketika al-Bukhori datang berkunjung ke Naisaburi, Imam Muslim ikut menghadiri pertemuan yang menampilkan al-Bukhori sebagai penceramahnya.Dan selanjutnya Imam Muslim rajin mengunjungi beliau. Ahman bin Abduh memaparkan salah satu pertemuan antara al-Bukhori dengan Imam Muslim. Dia mengatakan, “Imam Muslim datang menemui al-Bukhori, lalu sungkem, mencium dahinya dan mengatakan, “izinkan saya bersujud mencium kakimu, wahai tokoh muhadditsindan doctor hadis.””[12]
Dari banyak karya-karya Imam Muslim, Shahih Muslim inilah karya terbaiknya.Dalam kitabnya, Imam Muslim tidak memasukkan semua hadis sahih yang ada, tetapi menyeleksi dengan ketat sehingga layak dimasukkan ke dalam kitabnya itu.Beliau hanya memasukkan hadis shahih yang mujma’ ‘alaih, yaitu hadis yang sanad dan matannya tidak diperselisihkan oleh orang-orang terpercaya.Imam Muslim meriwayatkan hadis dari perawi yang hadisnya tidak dicantumkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya. Imam Muslim tidak membuat judul bab secara urut dan praktis, tetapi beliau mengelompokkan hadis-hadis yang satu tema pada satu tempat. Dengan demikian seakan-akan tersusun menjadi beberapa bab. Imam Muslim melakukan yang demikian karena bertujuan mengasah otak pembaca kitabnya agar menggunakan akalnya untuk mengkaji, menggali, menemukan maksud dan tujuan hadis.[13]
Jumlah hadis dalam Shahih Muslim menurut perhitungan Muhammad Fu’ad Abdul Baqiada 3.033 hadis.Semula Imam Muslim berhasil menghimpun sebanyak 300.000 hadis.Beliau kemudian menyeleksi keshahihan hadis-hadis tersebut sehingga mendapatkan 7.275 hadis. Akan tetapi, dari 7.275 hadis tersebut yang dimasukkan ke dalam kitab Shahih Muslim hanya sebanyak 4000 hadis dengan mengesampingkan hadis yang diulang.[14]Imam Muslim wafat pada Ahad tanggal 25 bulan Rajab 261 H (875 M) di Naisabur.
Kendati sikap hati-hati itu sudah sepenuhnya dicurahkan oleh ulama hadis semisal Imam Muslim, tetapi ada saja kritik yang muncul.Jumlah rijal Shahih Muslim ada 620 orang, 160 diantaranya dinilai lemah.Para ulama berkata, “Kitab Muslim adalah kitab yang kedua sesudah kitab al-Bukhori dan tak ada seorang pun yang menyamai al-Bukhori dalam bidang mengritik sanad-sanad hadis dan perawi-perawinya setelah dari Muslim”.[15]
3.      Sunan Abu Daud
Nama lengkapnya adalah Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq al-Sihistany.Beliau lahir di Sijistan pada tahun 202 H (817 M).
Imam Abu Daud sudah aktif menimba ilmu dari para ulama sejak masa kecilnya.Hingga ketika usianya menginjak remaja, beliau pun mulai melakukan perjalanan ilmiah sebagaimana ulama hadis lainnya untuk belajar kepada banyak guru di berbagai negeri.Sebagian gurunya adalah guru al-Bukhori dan Imam Muslim, misalnya Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abu Syaibah, dan Qutaibah bin Said. Adapun gurunya yang lain yaitu :
a.       Al-Qana’bi,
b.      Abu Amar ad-Darir,
c.       Muslim bin Ibrahim,
d.      Abdullah bin Raja’, dan
e.       Abdul Walid ath-Thayalisi.[16]
Imam Abu Daud menyusun Kitab Sunan-nya dengan sistematika Fiqh.Kitab ini berisi 4.800 hadis, sari pati dari 500.000 hadis yang dikuasainya dengan baik.Kitab ini berisi tentang thaharah, shalat, zakat, luqathah, manasik, dan nikah. Kitab Sunan Abu Daud terbagi kedalam beberapa kitab dan setiap kitab dibagi lagi kedalam beberapa bab. Adapun jumlah kitabmya ada 35 kitab, jumlah keseluruhan babnya adalah 1.871 bab.[17]Sunan Abu Daud inilah karya terbesar Imam Abu Daud diantara karya-karya yang lain. Imam Abu Daud meninggal pada hari Jum’at 15 Syawal 275 H (889 H) di Bashrah.[18]
Para ulama sepakat menetapkan Imam Abu Daud sebagai hafidz yang sempurna, pemilik ilmu yang melimpah, muhaddits yang terpercaya, wira’iy dan mempunyai pemahaman yang tajam, baik dalam bidang ilmu hadits maupun lainnya.Al-Khaththany berpendapat bahwa tidak ada susunan kitab ilmu agama setara dengan kitab Sunan Abu Daud.[19]
4.      Jami’ Tirmidzi
Nama lengkapnya adalah Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Tsurah ibn Musa ibn Dhahhak al-Sulami al-Bughi al-Tirmidzi. Beliau lahir di kota Turmudz pada bulan Dzulhijjah 200 H (824 M).[20]
Imam Tirmidzi sejak kecil sudah bergelut dengan hadis.Semangatnya dalam belajar hadis membuatnya melanglangbuana ke berbagai negeri untuk berguru kepada ulama hadis terkemuka.Maka, beliau pun pernah ke Hijaz, Irak, Khurasan, dan sebagainya.Hadis yang beliau peroleh langsung dihafal dan dicatatnya selama perjalanan maupun ketika sudah sampai disuatu tempat.Selain sebagai ulama hadis terkemuka, Imam Tirmidzi juga dikenal sebagai ulama fiqih yang luas pandangannya.Beliau berguru kepada banyak ulama, termasuk pada ulama besar seperti al-Bukhori, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain mereka, Imam Tirmidzi juga berguru kepada :
a.       Qutaibah bin Said,
b.      Ishaq bin Musa,
c.       Mahmud bin Gailan,
d.      Said bin Abdurrahman,
e.       Muhammad bin Basysyar,
f.       Ali bin Hajar,
g.      Ahmad bin Muni, dan
h.      Muhammad bin al-Musanna.[21]
Kitab hadis yang ditulis oleh beliau dikenal denganJami’ Tirmidzi.Kitab ini berisi siyar, adab, tafsir, ‘aqidah, fitan, ahkam, Al-Asyrath wa Al-Manaqib. Kitab ini diselesaikan pada 10 Dzulhijjah 270 H. Sistematika penyusunannya adalah mencantumkan judul disetiap awal bab, kemudian mencantumkan satu atau dua hadis yang dapat mencerminkan dan mencakup isi judulnya, setelah itu mengemukakan opini pribadi tentang kualitas hadis.Selain hadis shahih, Imam Tirmidzi juga memasukkan kedalam kitabnya hadis hasan, dha’if, gharib, dan mu’allal dengan penjelasan kelemahannya.Beliau juga tidak meriwayatkan hadis kecuali yang diamalkan oleh ahli fiqih.Imam Tirmidzi wafat di Turmudz pada malam Senin 13 Rajab 279 H (829 M).[22]
Ada pula kritikan terhadap kitab Imam Tirmidzi ini, yaitu karena meriwayatkan hadis dari Al Maslub dan Al Kilbi.Kedua orang ini merupakan “tertuduh” membuat hadis palsu.Hal ini membuat kedudukan Jami’ Tirmidzi berada dibawah Sunan Abu Daud dan Nasa’i.
5.      Sunan Nasa’i
Nama lengkapnya ialah Abu Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu’aib ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr al-khurasani al-Nasa’i. Beliau dilahirkan di kota Nasa’ pada tahu 215 H.
Imam al-Nasa’i mendapat pendidikan sejak ditanah kelahirannya.Beliau mulai menghafal al-Qur’n dan mempelajari ilmu dari gurunya di madrasah.Untuk mendapatkan ilmu hadis yang lebih, beliau melakukan perjalanan dalam usianya yang kurang dari 15 tahun.Imam al-Nasa’i melanglangbuan ke Hijaz, Irak, Mesir, dan Jazirah Arab untuk belajar hadis dari ulama terkemuka setempat. Guru-guru terkemuka antara lain :
a.       Qutaibah,
b.      Ishaq bin Rahawaih,
c.       Al-Haris bin Miskin,
d.      Ali bin Khasram,
e.       Imam Abu Daud, dan
f.       Imam at-Tirmidzi.
Dari sekian banyak karyanya tersebut, yang utama adalah Sunan al-Kubra yang akhirnya terkenal dengan Sunan al-Nasa’i.Kitab ini disusun dengan sistematika fiqih sebagaiman kitab sunan lainnya.Imam al-Nasa’i sangat teliti dalam menyusun kitabnya, sehingga ulama mengatakan bahwa derajat kitabnya dibawah kitab Shahih Bukhori dan Shahih Muslim.Hal itu disebabkan sedikit sekali hadis dha’if di dalamnya.[23]Beliau wafat pada hari Senin 13 Shafar 303 H (915 M) di Al-Ramlah.
Sunan al-Nasa’i ini mendapat komentar pendek dari al-Suyuthi yang tertuang dalam kitab Zahrur Raba’ ala Al-Mujtaba’.
6.      Sunan Ibn Majah
Nama lengkapnya ialah Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini ibn Majah.Beliau lahir di Qazwain pada tahun 209 H.
Ibnu Majah bersemangat sekali belajar dan menghimpun hadis dari ulama-ulama terkemuka di berbagai kota dan negeri. Beliau pun melakukan lawatan ke beberapa kota untuk mendapatkan hadis dan belajar dari guru yang ada disana. Beberapa guru Ibnu Majah antara lain :
a.       Abu Bakar bin Abi Syaibah,
b.      Muhammad bin Abdullah bin Namir,
c.       Hisyam bin Ammar,
d.      Muhammad bin Rumh,
e.       Ahmad bin al-Azhar, dan
f.       Basyir bin Adam.
Beliau menulis banyak karya, namun yang dapat ditemukan sekarang adalah kitab Sunan Ibn Majah.Jumlah hadis dalam kitab ini sebanyak 4.341 hadis, dan sebanyak 3.002 telah dibukukan oleh pengarang kitab al-Ushulal-Sittah lainnya.Jadi 1339 hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah sendiri.Kitab ini disusun menjadi kitab dan bab, yaitu 32 kitab dan 1500 bab. Susunannya mengikuti sistematika fiqih.Kitab ini memuat lebih dari 4000 hadis, sedangkan isinya memuat hadis shahih, hasan, dha’if, bahkan munkar dan maudhu’ meskipun jumlahnya sedikit.[24]Ibnu Majah meninggal pada hari Senin 21 Ramadhan 273 H (887 M).[25]
Sehubungan dengan isi hadis yang demikian, banyak ulama yang telah mengkaji dan memberikan kritikannya.Diantara kitab sunan sebelumnya, Sunan Ibn Majah paling banyak memuat hadis dha’if.Selain itu, beliau pun meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang “tertuduh” berdusta.[26]
Dari uraian diatas kami dapat menyimpulkan ada 6 Kitab Hadis yang termasyhur didunia ini yang disebut dengan Kutub Al-Sittah.Penulis dari Kutub Al-Sittah ini adalah tokoh-tokoh yang mempunyai kemampuan menghafal, mengingat, dan mempelajari hadis dengan cepat dan sangat baik.

 KESIMPULAN
Penyempurnaan Kitab Hadis tidak lepas dari metode-metode yang digunakan para tokoh Hadis.Kitab Hadis ini disempurnakan agar tidak ada pemalsuan hadis.Adanya Kutub Al-Sittah atau Kitab Hadis termasyhur mempermudah kita untuk memahami dan mempelajari Kitab Hadis yang shahih yang ditulis oleh para tokoh ahli Hadis.

referensi :
[1]Ahmad Izzan, Saifudin Nur, ‘Ulumul Hadis, Cet. I (Bandung: Tafakur, 2011), hlm. 66.
[2]Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Terj. Mifdhol Abdurrahman, Cet. VII  (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 52.
[3]Ali Mustofa Yaqub, Kritik  Hadis, Cet. I (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995), hlm. 75-80.
[4]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, (Sidoarjo: Mashun, 2008), hlm. 168.
[5]Muhammad Zuhri, Hadis Nabi Tealaah Historis dan Metodologis, Cet. III (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2011), hlm. 165.
[6]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis,  hlm. 177.
[7]Muhammad Mustofa Azami, Metodologi Kritik Hadis, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1992), hlm. 142.
[8]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 186.
[9]Muhammad Zuhri, Hadis Nabi Tealaah Historis dan Metodologis,  hlm. 170.
[10]Muhammad Ahmad, M.Mudzakir, Ulumul Hadis, Cet. I (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), hlm. 173.
[11]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 195.
[12]Muhammad Mustofa Azami, Metodologi Kritik Hadis, hlm. 148.
[13]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 198, 201.
[14]Ibid., hlm. 197.
[15]Muhammad Ahmad, M.Mudzakir, Ulumul Hadis, hlm. 174.
[16]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 208, 209.
[17]Ibid., hlm. 212.
[18]Muhammad Zuhri, Hadis Nabi Tealaah Historis dan Metodologis, hlm. 174, 175.
[19]Ahmad Izzan, Saifudin Nur, ‘Ulumul Hadis, hlm. 87.
[20]Ibid., hlm. 88.
[21]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 218, 219.
[22]Muhammad Mustofa Azami, Metodologi Kritik Hadis, hlm. 158.
[23]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 225-227.
[24]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 230-231.
[25]Ahmad Izzan, Saifudin Nur, ‘Ulumul Hadis, hlm. 91.
[26]Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 232.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar