Periode penyempurnaan hadis terjadi
pada abad ketiga hijriyah.Periode ini berlangsung sejak masa Khalifah al-Ma’mun
sampai pada awal pemerintahan Khalifah al-Muqtadir dari kekhalifahan Dinasti
Abbasiyah.Penyempurnaan hadis ini dilakukan untuk memelihara keberadaan dan
kemurnian hadis, sebagai antisipasi terhadap kegiatan pemalsuan hadis.[1]
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang
khalifah dari Dinasti Umayyah yang mulai memerintah di penghujung abad pertama
Hijriyah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan
penulisan hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan di dalam catatan
dan hafalan para sahabat dan tabiin. Upaya untuk mengumpulkan dan membukukan
hadis telah dilakukan oleh pertama kali oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
1.
Faktor-faktor
yang mendorong pengumpulan dan pembukuan hadis
a.
Tidak adanya
larangan pembukuan, sedangkan al-Qur’an telah dihafal oleh ribuan orang, dan
telah dikumpulkan dan dibukukan pada masa Utsman, sehingga dapat dibedakan
secara jelas antara al-Qur’an dengan hadis dan tidak ada kemungkinan untuk
tercampur antara keduanya.
b.
Khawatir akan
hilangnya hadis, karena ingatan kuat yang menjadi kelebihan orang Arab semakin
melemah, sedangkan para ulama telah menyebar di beberapa penjuru negeri Islam setelah terjadi
perluasan wilayah kekuasaannya, dan masing-masing dari mereka mempunyai ilmu,
maka diperlukan pembukuan Hadis Rasulullah untuk menjaga agar tidak hilang.
c.
Munculnya
pemalsuan hadis akibat perselisihan politik dan madzhab setelah terjadinya
fitnah, dan terpecahnya kaum muslimin menjadi pengikut Ali dan pengikut
Mu’awiyah, dan Khawarij yang keluar dari keduanya. Masing-masing golongan
berusaha memperkuat madzhab-madzhabnya dengan cara menakwil al-Qur’an bukan
yang sebenarnya, atau membuat nash-nash hadis dan menisbatkan kepada Rasulullah
apa yang tidak beliau katakana untuk memperkuat pendapat mereka.
d.
Semakin
meluasnya daerah kekuasaan Islam disertai dengan semakin banyak dan kompleksnya
permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, maka hal tersebut menuntut mereka
untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari hadis Nabi Saw, selain petunjuk
al-Qur’an sendiri.
e.
Adanya
kecintaan pada hadis Rasulullah oleh Imam Muhammad bin Syihab Az-Zuhri dan
keinginannya untuk melakukan pengumpulan dan pembukuan.[2]
2.
Metode dalam
penyempurnaan hadis:
a.
Metode Juz dan
Atraf :Metode ini berdasarkan guru yang meriwayatkan dan menyebut pangkal
hadis.
b.
Metode
Klasifikasi Hadis :Metode ini mengklasifikasikan hadis berdasarkan topik.
c.
Metode Muwatta
:Metode ini berdasarkan klasifikasi hukum islam (abwab fiqhiyah).
d.
Metode
Mushannaf :Metode ini sama dengan metode muwatta, yaitu pembukuan hadis
berdasarkan klasifikasi hukum islam.
e.
Metode Musnad :Metode
ini berdasarkan nama para sahabat Nabi Saw yang meriwayatkan hadis itu.
f.
Metode Jami’ :Metode
yang mencakup seluruh topik-topik dalam agama.
g.
Metode
Mustakhraj’ :Metode yang berdasarkan penulisan kembali hadis-hadis yang
terdapat dalam kitab lain.
h.
Metode
Mustadrak : Metode ini berdasarkan menyusulkan hadis-hadis yang tidak tercantum
dalam kitab hadis yang lain.
i.
Metode Sunan :Metode
ini berdasarkan klasifikasi hukum islam dan hanya mencantumkan hadis-hadis yang
bersumber dari Nabi Saw saja.
j.
Metode Mu’jam :Metode
ini berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadis, atau yang lain. Dan
lazimnya nama-nama itu disusun berdasarkan huruf mu’jam (alfabet).
k.
Metode majma’ :Metode
ini dengan menggabungkan kitab-kitab hadis yang sudah ada.[3]
Dari urian diatas kelompok kami
menyimpulkan bahwa dalam penyusunan sampai penyempurnaan Kitab Hadis ada
beberapa metode yang digunakan.Metode ini digunakan oleh para ulama untuk
mempermudah mempelajari hadis.
Kitab hadis termasyhur
Pengumpulan dan pembukuan hadis
terus berlanjut dari masa Rasulullah, sahabat, tabiin, dan masa setelahnya hingga
mencapai masa keemasan pembukuan hadis sekitar tahun 200-330 H. pada abad itu
muncul para ulama dan kritikus hadis terkemuka.Hal yang lebih penting adalah
lahirnya Kutub al-sittah yang memuat hampir seluruh hadis Nabi.Kitab itu
menjadi pegangan utama bagi para ulama fiqih, mujtahid, sastrawan, psikolog,
sosiolog, dan penulis dibidang lainnya.[4]
Kitab hadis yang termasyhur atau yang disebut Kutub al-sittah ada
6 macam, yaitu :
1.
Shahih Bukhari
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah
Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizyah al-Ju’fi
al-Bukhori.Beliau lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H di kota Bukhara.[5]
Sejak umur kurang lebih 10 tahun,
sudah mempunyai perhatian dalam ilmu-ilmu hadis.Pada usia 16 tahun Imam Bukhori
telah berhasil menghafalkan beberapa buah buku tokoh ulama pertama yang
prominen, seperti Ibnu Mubarak, Waki’, dan lain-lain.
Beliau belajar kepada banyak
guru.Adapun jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalm kitab Shahih-nya
sebanyak 289 guru. Guru al-Bukhori antara lain :
a.
Imam Ahmad bin
Hanbal,
b.
Ali bin
al-Madini,
c.
Yahya bin Ma’in,
d.
Muhammd bin
Yusuf al-Firyabi,
e.
Maki bin
Ibrahim al-Balkhi,
f.
Muhammad bin
Yusuf al-Baykandi,
g.
Ibnu Rahawaih,
dan lain-lain.[6]
Diantara karya-karya al-Bukhori,
karya yang paling termasyhur adalah Shahih Bukhori.Jumlah hadis dalam Shahih
Bukhori berjumlah 9.082, namun jika dihitung tanpa pemuatan ulang, hadis
tersebut hanya berjumlah 2.602.[7]Al-Bukhori
menyusun kitabnya ini berdasarkan sistematika fiqih, karena beliau juga dikenal
ssebagai ulama fiqih disamping ulama hadis.Bab dalam kitabnya berdasarkan
pembahasan persoalan fiqih. Secara keseluruhan, kitab Shahih Bukhori terdiri
atas lebih dari 100 bab (kitab) dan 3450 pasal (bab).[8]Al-Bukhori
meninggal pada Jum’at malam tepat malam ‘Idul Fitri 1 Syawwal 256 H (31 Agustus
870 M) di Khirtank tidak jauh dengan kota Samarkand.
Banyak ulama yang mengkritik karya
al-bukhori ini. Ada kira-kira 110 hadis yang kena sasaran kritik berkaitan
dengan kualitas periwayat hadis (rijal)nya. Demikian juga ada yang mengatakan
bahwa dari 435 orang rijal hadis al-Bukhori, ada 80 rijal yang dinilai dha’if.
Namun, tentu saja al-Bukhori lebih mengetahui tentang persepsi dirinya terhadap
tokoh hadis daripada orang lain. Ada pertimbangan tertentu yang tidak diperhitungkan
ulama lain.[9]
2.
Shahih Muslim
Nama lengkapnya adalah Abu Husain
Muslim ibn al-Hajjaj ibn muslim Al-Qusyairi an Naisaburi.Imam Muslim lahir di Naisabut
pada tahun 204 H (820 M).[10]
Imam Muslim mulai belajar hadis pada
tahun 218 H saat berusia kurang lebih 15 tahun.Banyak guru-guru yang
didatanginya untuk belajar hadis.Guru-guru Imam Muslim adalah sama dengan
guru-guru Imam Bukhori. Selain itu, Imam Muslim juga belajar kepada guru lain,
yaitu :
a.
Usman bin Abi
Syaibah,
b.
Abu Bakar bin
Syaibah,
c.
Syaiban bin
Farukh,
d.
Abu Kamil,
e.
Zuhair bin
Harab,
f.
Amar an-Naqid,
g.
Muhammad bin
Musanna,
h.
Muhammad bin
Yasar,
i.
Harun bin Said
al-Aili,
j.
Qutaibah bin
Said.[11]
Diantara guru-guru Imam Muslim,
al-Bukhori lah yang paling berpengaruh terhadap dirinya dalam metodologi
penelitian hadisnya.Ketika al-Bukhori datang berkunjung ke Naisaburi, Imam
Muslim ikut menghadiri pertemuan yang menampilkan al-Bukhori sebagai
penceramahnya.Dan selanjutnya Imam Muslim rajin mengunjungi beliau. Ahman bin
Abduh memaparkan salah satu pertemuan antara al-Bukhori dengan Imam Muslim. Dia
mengatakan, “Imam Muslim datang menemui al-Bukhori, lalu sungkem,
mencium dahinya dan mengatakan, “izinkan saya bersujud mencium kakimu, wahai
tokoh muhadditsindan doctor hadis.””[12]
Dari banyak karya-karya Imam Muslim,
Shahih Muslim inilah karya terbaiknya.Dalam kitabnya, Imam Muslim tidak
memasukkan semua hadis sahih yang ada, tetapi menyeleksi dengan ketat sehingga
layak dimasukkan ke dalam kitabnya itu.Beliau hanya memasukkan hadis shahih
yang mujma’ ‘alaih, yaitu hadis yang sanad dan matannya tidak
diperselisihkan oleh orang-orang terpercaya.Imam Muslim meriwayatkan hadis dari
perawi yang hadisnya tidak dicantumkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya. Imam
Muslim tidak membuat judul bab secara urut dan praktis, tetapi beliau
mengelompokkan hadis-hadis yang satu tema pada satu tempat. Dengan demikian
seakan-akan tersusun menjadi beberapa bab. Imam Muslim melakukan yang demikian
karena bertujuan mengasah otak pembaca kitabnya agar menggunakan akalnya untuk
mengkaji, menggali, menemukan maksud dan tujuan hadis.[13]
Jumlah hadis dalam Shahih Muslim
menurut perhitungan Muhammad Fu’ad Abdul Baqiada 3.033 hadis.Semula Imam Muslim
berhasil menghimpun sebanyak 300.000 hadis.Beliau kemudian menyeleksi
keshahihan hadis-hadis tersebut sehingga mendapatkan 7.275 hadis. Akan tetapi,
dari 7.275 hadis tersebut yang dimasukkan ke dalam kitab Shahih Muslim hanya
sebanyak 4000 hadis dengan mengesampingkan hadis yang diulang.[14]Imam
Muslim wafat pada Ahad tanggal 25 bulan Rajab 261 H (875 M) di Naisabur.
Kendati sikap hati-hati itu sudah
sepenuhnya dicurahkan oleh ulama hadis semisal Imam Muslim, tetapi ada saja
kritik yang muncul.Jumlah rijal Shahih Muslim ada 620 orang, 160
diantaranya dinilai lemah.Para ulama berkata, “Kitab Muslim adalah kitab yang
kedua sesudah kitab al-Bukhori dan tak ada seorang pun yang menyamai al-Bukhori
dalam bidang mengritik sanad-sanad hadis dan perawi-perawinya setelah dari
Muslim”.[15]
3.
Sunan Abu Daud
Nama lengkapnya adalah Abu Daud Sulaiman
ibn al-Asy’ats ibn Ishaq al-Sihistany.Beliau lahir di Sijistan pada tahun 202 H
(817 M).
Imam Abu Daud sudah aktif menimba
ilmu dari para ulama sejak masa kecilnya.Hingga ketika usianya menginjak
remaja, beliau pun mulai melakukan perjalanan ilmiah sebagaimana ulama hadis
lainnya untuk belajar kepada banyak guru di berbagai negeri.Sebagian gurunya
adalah guru al-Bukhori dan Imam Muslim, misalnya Ahmad bin Hanbal, Usman bin
Abu Syaibah, dan Qutaibah bin Said. Adapun gurunya yang lain yaitu :
a.
Al-Qana’bi,
b.
Abu Amar
ad-Darir,
c.
Muslim bin
Ibrahim,
d.
Abdullah bin
Raja’, dan
e.
Abdul Walid
ath-Thayalisi.[16]
Imam Abu Daud menyusun Kitab Sunan-nya
dengan sistematika Fiqh.Kitab ini berisi 4.800 hadis, sari pati dari 500.000
hadis yang dikuasainya dengan baik.Kitab ini berisi tentang thaharah, shalat,
zakat, luqathah, manasik, dan nikah. Kitab Sunan Abu Daud terbagi
kedalam beberapa kitab dan setiap kitab dibagi lagi kedalam beberapa bab.
Adapun jumlah kitabmya ada 35 kitab, jumlah keseluruhan babnya adalah 1.871
bab.[17]Sunan
Abu Daud inilah karya terbesar Imam Abu Daud diantara karya-karya yang
lain. Imam Abu Daud meninggal pada hari Jum’at 15 Syawal 275 H (889 H) di
Bashrah.[18]
Para ulama sepakat menetapkan Imam
Abu Daud sebagai hafidz yang sempurna, pemilik ilmu yang melimpah,
muhaddits yang terpercaya, wira’iy dan mempunyai pemahaman yang
tajam, baik dalam bidang ilmu hadits maupun lainnya.Al-Khaththany berpendapat
bahwa tidak ada susunan kitab ilmu agama setara dengan kitab Sunan Abu Daud.[19]
4.
Jami’ Tirmidzi
Nama lengkapnya adalah Abu Isa
Muhammad ibn Isa ibn Tsurah ibn Musa ibn Dhahhak al-Sulami al-Bughi
al-Tirmidzi. Beliau lahir di kota Turmudz pada bulan Dzulhijjah 200 H (824 M).[20]
Imam Tirmidzi sejak kecil sudah
bergelut dengan hadis.Semangatnya dalam belajar hadis membuatnya
melanglangbuana ke berbagai negeri untuk berguru kepada ulama hadis
terkemuka.Maka, beliau pun pernah ke Hijaz, Irak, Khurasan, dan
sebagainya.Hadis yang beliau peroleh langsung dihafal dan dicatatnya selama
perjalanan maupun ketika sudah sampai disuatu tempat.Selain sebagai ulama hadis
terkemuka, Imam Tirmidzi juga dikenal sebagai ulama fiqih yang luas
pandangannya.Beliau berguru kepada banyak ulama, termasuk pada ulama besar
seperti al-Bukhori, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain mereka, Imam
Tirmidzi juga berguru kepada :
a.
Qutaibah bin
Said,
b.
Ishaq bin Musa,
c.
Mahmud bin
Gailan,
d.
Said bin
Abdurrahman,
e.
Muhammad bin
Basysyar,
f.
Ali bin Hajar,
g.
Ahmad bin Muni,
dan
h.
Muhammad bin
al-Musanna.[21]
Kitab hadis yang ditulis oleh beliau
dikenal denganJami’ Tirmidzi.Kitab ini berisi siyar, adab, tafsir,
‘aqidah, fitan, ahkam, Al-Asyrath wa Al-Manaqib. Kitab ini diselesaikan
pada 10 Dzulhijjah 270 H. Sistematika penyusunannya adalah mencantumkan judul
disetiap awal bab, kemudian mencantumkan satu atau dua hadis yang dapat
mencerminkan dan mencakup isi judulnya, setelah itu mengemukakan opini pribadi
tentang kualitas hadis.Selain hadis shahih, Imam Tirmidzi juga memasukkan
kedalam kitabnya hadis hasan, dha’if, gharib, dan mu’allal
dengan penjelasan kelemahannya.Beliau juga tidak meriwayatkan hadis kecuali
yang diamalkan oleh ahli fiqih.Imam Tirmidzi wafat di Turmudz pada malam Senin
13 Rajab 279 H (829 M).[22]
Ada pula kritikan terhadap kitab
Imam Tirmidzi ini, yaitu karena meriwayatkan hadis dari Al Maslub dan Al
Kilbi.Kedua orang ini merupakan “tertuduh” membuat hadis palsu.Hal ini membuat
kedudukan Jami’ Tirmidzi berada dibawah Sunan Abu Daud dan Nasa’i.
5.
Sunan Nasa’i
Nama lengkapnya ialah Abu Abd
al-Rahman Ahmad ibn Syu’aib ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr al-khurasani al-Nasa’i.
Beliau dilahirkan di kota Nasa’ pada tahu 215 H.
Imam al-Nasa’i mendapat pendidikan
sejak ditanah kelahirannya.Beliau mulai menghafal al-Qur’n dan mempelajari ilmu
dari gurunya di madrasah.Untuk mendapatkan ilmu hadis yang lebih, beliau
melakukan perjalanan dalam usianya yang kurang dari 15 tahun.Imam al-Nasa’i
melanglangbuan ke Hijaz, Irak, Mesir, dan Jazirah Arab untuk belajar hadis dari
ulama terkemuka setempat. Guru-guru terkemuka antara lain :
a.
Qutaibah,
b.
Ishaq bin
Rahawaih,
c.
Al-Haris bin
Miskin,
d.
Ali bin
Khasram,
e.
Imam Abu Daud,
dan
f.
Imam
at-Tirmidzi.
Dari sekian banyak karyanya
tersebut, yang utama adalah Sunan al-Kubra yang akhirnya terkenal dengan
Sunan al-Nasa’i.Kitab ini disusun dengan sistematika fiqih sebagaiman
kitab sunan lainnya.Imam al-Nasa’i sangat teliti dalam menyusun kitabnya,
sehingga ulama mengatakan bahwa derajat kitabnya dibawah kitab Shahih
Bukhori dan Shahih Muslim.Hal itu disebabkan sedikit sekali hadis dha’if
di dalamnya.[23]Beliau
wafat pada hari Senin 13 Shafar 303 H (915 M) di Al-Ramlah.
Sunan al-Nasa’i ini mendapat
komentar pendek dari al-Suyuthi yang tertuang dalam kitab Zahrur Raba’ ala
Al-Mujtaba’.
6.
Sunan Ibn Majah
Nama lengkapnya ialah Muhammad ibn
Yazid al-Qazwaini ibn Majah.Beliau lahir di Qazwain pada tahun 209 H.
Ibnu Majah bersemangat sekali
belajar dan menghimpun hadis dari ulama-ulama terkemuka di berbagai kota dan
negeri. Beliau pun melakukan lawatan ke beberapa kota untuk mendapatkan hadis
dan belajar dari guru yang ada disana. Beberapa guru Ibnu Majah antara lain :
a.
Abu Bakar bin
Abi Syaibah,
b.
Muhammad bin
Abdullah bin Namir,
c.
Hisyam bin
Ammar,
d.
Muhammad bin
Rumh,
e.
Ahmad bin
al-Azhar, dan
f.
Basyir bin
Adam.
Beliau menulis banyak karya, namun
yang dapat ditemukan sekarang adalah kitab Sunan Ibn Majah.Jumlah hadis
dalam kitab ini sebanyak 4.341 hadis, dan sebanyak 3.002 telah dibukukan oleh
pengarang kitab al-Ushulal-Sittah lainnya.Jadi 1339 hadis diriwayatkan
oleh Ibnu Majah sendiri.Kitab ini disusun menjadi kitab dan bab, yaitu 32 kitab
dan 1500 bab. Susunannya mengikuti sistematika fiqih.Kitab ini memuat lebih
dari 4000 hadis, sedangkan isinya memuat hadis shahih, hasan, dha’if,
bahkan munkar dan maudhu’ meskipun jumlahnya sedikit.[24]Ibnu
Majah meninggal pada hari Senin 21 Ramadhan 273 H (887 M).[25]
Sehubungan dengan isi hadis yang
demikian, banyak ulama yang telah mengkaji dan memberikan kritikannya.Diantara
kitab sunan sebelumnya, Sunan Ibn Majah paling banyak memuat hadis
dha’if.Selain itu, beliau pun meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh perawi
yang “tertuduh” berdusta.[26]
Dari uraian diatas kami dapat
menyimpulkan ada 6 Kitab Hadis yang termasyhur didunia ini yang disebut dengan
Kutub Al-Sittah.Penulis dari Kutub Al-Sittah ini adalah tokoh-tokoh yang
mempunyai kemampuan menghafal, mengingat, dan mempelajari hadis dengan cepat
dan sangat baik.
KESIMPULAN
Penyempurnaan Kitab Hadis tidak
lepas dari metode-metode yang digunakan para tokoh Hadis.Kitab Hadis ini
disempurnakan agar tidak ada pemalsuan hadis.Adanya Kutub Al-Sittah atau Kitab
Hadis termasyhur mempermudah kita untuk memahami dan mempelajari Kitab Hadis
yang shahih yang ditulis oleh para tokoh ahli Hadis.
referensi :
[1]Ahmad Izzan,
Saifudin Nur, ‘Ulumul Hadis, Cet. I (Bandung: Tafakur, 2011), hlm. 66.
[2]Manna’
Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Terj.
Mifdhol Abdurrahman, Cet. VII (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 52.
[3]Ali Mustofa
Yaqub, Kritik Hadis, Cet. I
(Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995), hlm. 75-80.
[4]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, (Sidoarjo: Mashun, 2008), hlm. 168.
[5]Muhammad Zuhri,
Hadis Nabi Tealaah Historis dan Metodologis, Cet. III (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 2011), hlm. 165.
[6]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis,
hlm. 177.
[7]Muhammad
Mustofa Azami, Metodologi Kritik Hadis, (Bandung: Pustaka Hidayah,
1992), hlm. 142.
[8]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 186.
[9]Muhammad Zuhri,
Hadis Nabi Tealaah Historis dan Metodologis, hlm. 170.
[10]Muhammad Ahmad,
M.Mudzakir, Ulumul Hadis, Cet. I (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), hlm.
173.
[11]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 195.
[12]Muhammad
Mustofa Azami, Metodologi Kritik Hadis, hlm. 148.
[13]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 198, 201.
[15]Muhammad Ahmad,
M.Mudzakir, Ulumul Hadis, hlm. 174.
[16]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 208, 209.
[18]Muhammad Zuhri,
Hadis Nabi Tealaah Historis dan Metodologis, hlm. 174, 175.
[19]Ahmad Izzan,
Saifudin Nur, ‘Ulumul Hadis, hlm. 87.
[21]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 218, 219.
[22]Muhammad
Mustofa Azami, Metodologi Kritik Hadis, hlm. 158.
[23]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 225-227.
[24]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 230-231.
[25]Ahmad Izzan,
Saifudin Nur, ‘Ulumul Hadis, hlm. 91.
[26]Ibnu Ahmad
‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, hlm. 232.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar