Rabu, 24 Agustus 2016

SIRAH NABAWIYAH...( edisi 5 )

LANJUTAN ( gambaaran masyarakat Arab jahiliyah)

Gambaran masyarakat Arab jahiliyah
Setelah membahas kondisi agama bangsa Arab maka kita akan membahas kondisi sosial, politik, dan moral.
1.       Kondisi sosial
Terdapat beragam klasifikasi dalam tatanan masyarakat Arab diamana antara satu dengan yang lainnya, kondisinya berbeda-beda. Hubungan seorang laki-laki dengan keluarganya dilapisan kaum bangsawan mendapatkan kedudukan yang amat terpandang dan tinggi, kemerdekaan berkehendak dan pendapat yang mesti didengar mendapatkan porsi terbesar. Hubungan ini selalu dihormati dan dijaga sekalipun dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah.
Jika seorang laki-laki yang ingin dipuji karena kemurahan hati  dan keberanianya dimata orang Arab, hendaklah waktunya yang banyak hanya dipergunakan untuk berbicara dengan wanita. Jika seorang wanita menghendaki, dia dapat mengumpulkan suku-suku untuk kepentingan perdamaian, namun juga dapat menyulut api peperangan diantara mereka. Meskipun demikian, tak dapat disangkal lagi bahwa seorang laki-laki adalah kepala keluarga dan yang menentukan sikap di dalamnya. Hubungan antara laki-laki dan wanita yang berlangsung melalui akad nikah dan di awasi oleh walinya (wanita). Seorang wanita tidak memiliki hak untuk menggurui mereka. Sementara kondisi kaum bangsawan demikian, kondisi yang dialami oleh lapisan masyarakat lainya amat berbeda. Terdapat beragam gaya hidup yang bercampur baur antara kaum laki-laki dan wanita. Kami hanya bisa mengatakan bahwa semuanya adalah berup pelacuran, gila-gilaan, pertumpahan darah dan perbuatan keji.
Imam Al-Bukhari dan lainya meriwayatkan dari Aisyah ra bahwa pernikahan pada masa jahiliyah terdiri dari empat macam :
a.       Pernikahan seperti orang sekarang, yaitu seorang laki-laki mendatangi laki-laki yang lain dan melamar wanita yang dibawah perwalianya atau perempuanya, kemudian dia menentukan maharnya dan menikahkanya.
b.      Seorang laki-laki berkata kepada istrinya ketika ia sudah suci dari haid,”pergilah kepada sifulan dan bersenggama lah denganya”, kemudian setelah itu, istrinya ini ia tinggalkan dan tidak ia sentuh selamanya hingga tampak tanda kehamilanya dari laki-laki tersebut. Dan billa tampak tanda kehamilanya, bila si suami masih berselera kepadanya, maka dia akan menggaulinya. Hal tersebut dilakukan hanya lantaran ingin mendaptkan anak yang pintar. Pernikahan semacam ini dinamakan istibdha’.
c.       Sekelompok orang dalam jumlah yang kurang dari sepuluh berkumpul, kemudian mendatangi seorang wanita dan masing-masing menggaulinya. Jika wanita ini hamil dan melahirkan, kemudian setelah berlalu beberapa malam dari melahirkan, dia mengutus kepada mereka ( sekelomok orang tadi ), maka ketika itu tak seorang pun dari mereka yang dapat mengelak hingga semuanya berkumpul kembali denganya, lalu wanita ini berkata kepada semuanya,” kalian telah mengetahui apa yang tlah kalian lakukan dan sekarang aku telah melahirkan,  dan dia ini adalah anakmu, wahai si fulan !” dia menyebutkan nama laki-laki yang dia senangi dari mereka, maka anaknya dinasabkan kepadanya.
d.      Banyak laki-laki mendatangi seorang wanita sedangkan si wanita ini tidak menolak sedikitpun siapapun yang mendatanginya. Mereka ini adalah para pelacur. Dipintu-pintu rumah mereka ditancapkan bendera yang menjadi symbol mereka dan siapapun yang meghendaki mereka maka dia bisa masuk. Jika dia hamila dan melahirkan, laki-laki yang pernah mendatanginya tersebut lalu berkumpul lalu mengundang ahli pelacak (Al-Qafah) kemudian si ahli ini menentukan nasab si anak tersebut kepada siapa yang mereka cocokan ada kemiripanya dengan si anak lantas dipanggilah si anak tersebut sebagai anaknya. Dalam hal ini , si laki-laki yang ditunjuk ini tidak boleh menyangkal.
Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad SAW, beliau menghapus semua bentuk pernikahan kaum jahiliyah tersebut dan menggaantikan dengan cara Islam yang berlaku saat ini.
Dalam tradisi mereka, antara laki-laki dan wanita harus selalu berkumpul bersama dan diadakan dibawah ketajaman mata pedang dan hulu-hulu tombak. Pemenang dalam perang antar suku berhak menyandera wanita-wanita dari suku-suku yang kalah dan menhalalkanya. Anak-anak yang ibunya mendapatkan perlakuan semacam ini akan mendapatkan kehinaan semasa hidupnya.
Kaum jahiliyah terkenal dengan kehidupan dengan banyak istri (poligini) tanpa batasan tertentu. Mereka mengawini dua bersaudara, mereka juga mengawini isteri-isteri bapak mereka bila telah ditalak atau ditinggal mati oleh bapak mereka ( dlam hal ini diharamkan pada masa Islam-pnj) ( An-Nisa’ : 22-23). Hak menalak ada pada kaum laki-laki yang tidak ada batasan tertentu ( tetap boleh rujuk meski istri telah ditalak lebih dari tiga kali-pnj).
Perbuatan zina merata pada setiap lapisan masyarakat. tidak dapat kita mengkhususkan hal itu kepada satu lapisan tanpa menyentuh lapisan lainya. Ada sekelompok laki-laki dan wanita yang terkecuali dari hal tersebut. Mereka adalah orang-orang yang memiliki jiwa besar merdeka dan menolak kejerumusan dalam lumpur kehinaan. Wanita-wanita yang merdeka kondisinya leih bagus dari kondisi para budak wanita. Kondisi mereka ( budak wanita ) sangat parah.
Mayoritas kaum jahiliyah sepertinya tidak merasakan keterjerumusan dalam perbuatan keji semacam itu menjadi suatu aib bagi mereka.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata : seorang laki-laki berdiri sembari berkata : wahai Rasulullah ! sesungguhnya si fulan adalah anakku dari hasil perzinahanku dengan seorang budak wanitapada masa jahiliyah. Rasulullah SAW kemudian bersabda :
                tidak ada dakwaan dalam Islam ( yang berkaitan dengan masa jahiliyah). Urusan yang terkair dengan masa jahiliyah telah lenyap. Seorang anak adalah dari hasil ranjang (dinasabkan kepada yang menidurinya), sedangkan kehinaan adalah bagi wanita pezina.”
Tentang hal ini ada kisah yang amat terkenal yang terjadi saat Sa’ad bin Abu Waqash dan Abdu bin Zam’ah dalam memersoalkan nasab anak dari budak wanita Zam’ah, yaitu Abdur Rahman bin Zam’ah.
                Sesungguhnya kehadiran anak-anak ditengah kami
Merupakan jantun-jantung kami yang berjalan diatas bumi
                Di antara mereka, ada yang mengubur hidup-hidup anak-anak wanita mereka karena tkaut malu dan enggan menafkahinya. Anak laki-laki dibunuh lantaran takut melarat dan menjadi fakir. ( lihat : Al-An’am 151, An-Nahl : 58-59, Al-Isra’: 31, dan At-Takwir : 8)
Namun, kita tidak bisa menganggap bahwa apa yang termaktub dalam ayat-ayat diatas telah mencerminkan moral yang berlaku umum di masyarakat. disisi lain, mereka justru sangat mengharapkan anak laki-laki untuk dapat menbentengi diri mereka dari serangan musuh.
Adapun pergaulan antara seorang laki-laki dengan saudaranya, anak-anak paman dan keabatnya sangat kental dan kuat. Mereka hidup dan mati demi fanatisme kesukuan. Semangat untuk bersatu begitu menbudaya antar sesame suku yang menambah rasa fanatisme tersebut. Bahkan prinsip yang dipakai dalam sistem sosial adalah fanatisme rasialdan hubungan tali rahim. Merekahidup di bawah semboyan yang bertutur, “ tolonglah saudaramu baik dari berbuat zalim ataupun dizalimi.
Mereka menerapkan semboyang ini sebagaimana adanya, tidak seperti arti yang telah diralat oleh Islam yaitu menolong orang yang berbuat zalim maksudnya mencegah dari melakukan perbatan itu. Meskipun begitu, perseteruan dan persaingan dalam merebutkan martabat dan kemempiminan sering kali mengakibatkan perang antar suku yang masih memiliki hubungan sebapak. Kita dapat melihat fenomena tersebut pada apa yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj, ‘Abs dan Dzibyan, Bakar dan Taghlib, dan lain-lain.
Disisi lain, hubungan yang terjadi antara suku yang berbeda benar-benar berantakan. Kekuatan yang ada mereka gunakan untuk berjibaku dalam peperangan. Hanya saja, ada kalanya rasa sungkan serta rasa takut mereka terhadap sebagian tradisi dan kebiasaan yang sudah ada dan berlaku antara ajaran agama dan khurafat sedikit mengurangi deras dan kerasnya gendering perseteruan tersebut. Dan dlam kondisi tertentu, loyalitas dan persekutuan dan subordinasi yang terjalin menyebabkan antar suku yang berbeda saling berangkul dan bersatu. Dan satu-satunya yang merupakan rahmat dan penolong bagi mereka adalah adanya bulan-bulan yang diharamkan berperang, sehingga mereka dapat menghirup kehidupan dan mencari rezeki guna kebutuhan sehari-hari.
Ringkasanya, kondisi sosial yang berlaku di mayarakat jahiliyah benar-benar rapuh dan dalam kebutaan. Kebodohan mencapai puncaknya dan khurafat meraalela dimana-mana. Orang-orang hidup layaknya binatang ternak. Wanita diperjual belikan bahkan kadang-kadang diperlakukan bak benda mati. Hubungan antar umat sangat lemah, sementara setiap ada pemerintahan maka ujung-ujungnya hanyalah untuk mengisi gudang kekayaan mereka yang diambil dari rakyat atau menggiring mereka untuk berperang melawan musuh-musuh yang mengancam kekuasaan mereka.
Pendapat admin :
Menurut admin kondisi sosial pada masa jahiliyah tak ubahnya pada masa sekarang ini dimana hampir semua maslah yang terjadi saat ini adalah mengulangi kebodohan pada zaman tersebut. Masyarakat dunia saat ini merasa maju dengan kemajuan teknologi yang mereka anggap “canggih” dan “modern” dengan semua alat yang mereka temukan. Padahal semua itu tak lebih dari fasilitas untuk berbuat kerusakan dimuka bumi. Maka saat nya kita semua warga indonesia dan dunia member pencerahan agar dunia tak gelap gulita seperti sekarang yang telah mengalami krisis akhlak dan moral.

   Bersambung………………..( kondisi ekonomi,……)
sumber ;
Al-Rahiq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah Sejarah Hidup Nabi Muhammad)
Kaarya : Syaikh Safiyyurrahman Al-Mubarakfuri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar