1.
Pengertian Hadis Maudhu’
Secara
bahasa, kata maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang
berarti al-isqath (menggugurkan), al-tark (meninggalkan), al-iftira’
wa al-ikhtilaq (mengada-ada atau membuat-buat).[1]
Sedangkan secara istilah, hadis maudhu’ adalah sesuatu yang diciptakan
dan dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara dusta.[2]
Menurut
pendapat ulama seperti Imam al-Nawawi yang terdapat dalam buku Studi Ilmu Hadis
karya Mohammad Nor Ichwan, hadis maudhu’ adalah hadis yang diciptakan
dan dibuat-buat.[3]
Definisi
hadis maudhu’ lain yang terdapat dalam buku Studi Ilmu Hadis karya
Mohammad Nor Ichwan, dikemukakan oleh Shubhi al-Shalih yang menyatakan bahwa
Hadis maudhu’ adalah suatu berita yang diciptakan oleh para pembohong
dan kemudian mereka sandarkan kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya mengada-ada
atas nama beliau.[4]
Dari
uraian diatas kelompok kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud hadis
maudhu’
adalah hadis yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian
ia mengatasnamakannya dari Rasulullah SAW.
2.
Dasar Munculnya Hadis Maudhu’
Seperti yang tercantum dalam buku Studi Hadis karya Dr.
Idri, dikatakan bahwa latar belakang munculnya hadis maudhu’ menurut
Ahmad Amin, yaitu hadis maudhu’ telah ada sejak masa Rasulullah SAW. Dasarnya adalah munculnya
hadis:
مَنْ كَذَّ بَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّاءْ مَقْعَدَهُ مِنَ
النَّا رِ
”Barang siapa dengan sengaja berdusta atas namaku, maka
hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.”[5]
Ulama Hadis lain berpendapat, bahwa munculnya hadis maudhu’
untuk pertama kalinya setelah tahun 40 H, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib ketika terjadi pertikaian politik.[6]
Dari uraian diatas, kelompok kami menyimpulkan bahwa,
hadis-hadis bermasalah kategori palsu sudah ada sejak masa Ali menjadi
khalifah. Sementara hadis-hadis dha’if lain yang statusnya lebih ringan dimungkinkan
terjadi sebelum masa itu, terutama setelah Nabi wafat.
3.
Faktor-faktor Penyebab Pemalsuan
Hadis
Adapun
faktor-faktor penyebab kemunculan hadis-hadis palsu (al-maudhu’) antara
lain adalah :
1.
Pertentangan Politik
Perpecahan
politik di kalangan umat muslim yang dimulai semenjak masa Ali bin Abi Thalib
(35-40 H) berdampak negatif terhadap keberadaan hadis Nabi dengan dibuatnya hadis-hadis palsu untuk mendukung
faksi masing-masing golongan.[7]
2.
Usaha Kaum Zindiq
Kaum
zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama maupun
sebagai dasar pemerintahan. Mereka melakukan pemalsuan hadis dengan tujuan
menghancurkan agama Islam dari dalam.[8]
3.
Ashbiyah
Yakni
fanatik kebangsaan, kekabilahan, kebahasaan, dan keimanan.[9]
4.
Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah
dan Nasihat
Kelompok
yang melakukan pemalsuan hadis ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari
pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya.
5.
Perselisihan dalam Fiqih dan Ilmu
Kalam
Munculnya
hadis-hadis palsu dalam masalah-masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari
para pengikut Madzhab yang didorong sikap fanatik serta ingin menguatkan
madzhabnya masing-masing.[10]
6. Membangkitkan
Gairah Beribadah, Tanpa Mengerti Apa yang Dilakukan
Banyak
di antara ulama yang membuat hadis palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu
merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjunjung tinggi
agama-Nya.[11]
7.
Menjilat Penguasa
Pembuatan
hadis ini terjadi pada masa Bani Abbasiyah. Para pembuat hadis yang sebagiannya
ulama al-sa’ (jahat) itu berusaha mencari muka kepada para penguasa
dengan harapan bisa memperoleh fasilitas dari mereka.
Dari
uraian diatas kami menyimpulkan bahwa tujuan membuat hadis palsu ada yang
mempunyai nilai positif dan nilai negatif. Apapun alasannya, perlu ditegaskan
bahwa membuat hadis palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan.
4.
Cara Mengetahui Hadis Maudhu’
Ada
beberapa cara untuk mengetahui hadis maudhu’ antara lain :
a.
Tanda-tanda pada Sanad
Tanda-tanda
ke-maudhu’-an hadis yang terdapat pada sanad, antara lain sebagai
berikut:
Pertama,
atas
dasar pengakuan para pembuat hadis palsu, sebagaimana pengakuan Abu Ismah Nuh
bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadis tentang fadilah membaca
Al-Qur’an, surat demi surat, Goyas bin Ibrahim, dan lain-lain.[12]
Kedua,
bahwa
perawi tidak mungkin bertemu dengan orang yang diakuinya sebagai gurunya. Hal
ini sebagaimana yang dilakukan Ma’mun ibn Ahmad al-Harawi yang telah mengaku
mendengar hadis dari Hisyam ibn Hammar, padahal sebenarnya mereka tidak pernah
bertemu.[13]
Ketiga,
perawi
itu terkenal seorang pendusta dan hadisnya tidak diriwayatkan oleh orang yang
dapat dipercaya.[14]
Keempat,
keadaan
perawi-perawi sendiri serta adanya dorongan membuat hadis. Dapat juga diketahui
bahwa hadis itu maudhu’ dengan memperhatikan keadaan-keadaan qarinah yang
mengelilingi perawi kala ia meriwayatkan hadis tersebut.[15]
b.
Tanda-tanda pada Matan
Adapun
dari segi matan, hadis maudhu’ dapat diketahui melalui ciri-ciri
berikut:
Pertama,
maknanya
rusak. Ibnu Hajar menerangkan bahasa kejelasan lafal ini dititikberatkan pada
kerusakan arti sebab periwayatan hadis tidak harus bi al-lafzhi, tetapi
ada yang bi al-ma’na.[16]
Kedua,
terdapat
kerancuan pada lafadz yang diriwayatkan. Artinya, apabila pada lafadz tersebut
dibaca oleh seorang ahli bahasa, ia akan segera mengetahui bahwa hadis tersebut
adalah palsu dan bukan berasal dari Nabi SAW.[17]
Ketiga,
Matannya
bertentangan dengan Al-Qur’an atau hadis yang lebih kuat atau ijma’. Seperti
Contoh hadis dibawah ini yang menyalahi firman Allah SWT dalam Qs. Al-An’am
[6]: 164.[18]
وَلَدُ الزِّنَا لَايَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَى سَبْعَةٍ أَبْنَاءٍ
”Anak hasil zina tidak masuk ke surga hingga tujuh keturunan.
Sebenarnya hukum yang dikehendaki hadis itu diambil dari At-Taurat.
Keempat,
Matannya
menyebutkan janji sangat besar atas perbuatan yang kecil atau ancaman yang
sangat besar atas perkara kecil.[19]
Kelima,
matan
hadis tersebut mendukung mazhab perawinya, sementara perawi tersebut terkenal
sebagai seorang yang sangat fanatic terhadap mazhabnya.
Keenam,
menyalahi
hakikat sejarah yang telah terkenal di masa Nabi SAW.
Ketujuh,
menerangkan
urusan yang menurut seharusnya, kalau ada, dinukilkan oleh orang ramai.
Dari
uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa, dengan menggunakan berbagai kriteria
tersebut, kita dapat melakukan penilaian apakah suatu hadis disebut palsu atau
tidak. Jika terpenuhi satu atau lebih kriteria oleh suatu hadis, maka hadis itu
dapat dinyatakan sebagai hadis palsu.
5.
Upaya Penyelamatan
Langkah
yang dapat mengantisipasi problema hadis maudhu’ antara lain:
a.
Memelihara sanad hadis.
b.
Menerangkan keadaan para perawi.
c.
Mengetahui tokoh-tokoh yang melakukan
pemalsuan hadis.
d.
Studi kritik rawi, yang lebih
konsentrasi sifat kejujuran dan kebohongan.[20]
e.
Meningkatkan kesungguhan dalam meneliti
hadis.
f.
Mengetahui kriteria-kriteria hadis maudhu’.
g.
Menyelidiki dan membasmi kebohongan yang
dilakukan terhadap hadis.
h.
Membuat kaidah-kaidah untuk menentukan
hadis maudhu’ maupun membuat kitab khusus yang memuat hadis-hadis maudhu’
seperti kitab Al-Maudhu’ Al-Kubra karya Abu Al-Fari Abdul Rahman bin
Al-Jauzi.[21]
Dapat
disimpulkan, upaya diatas dilakukan untuk menjaga kemurnian hadis Nabi SAW
serta menjaga umat dari kekeliruan dalam mengamalkan suatu hadis.
6.
Contoh Hadis Maudhu’ dan
Pembahasannya
Seperti
yang terdapat dalam buku Studi Hadis karya Dr. Idri, hadis yang dinilai palsu
dari segi matan misalnya, hadis yang bertentangan dengan ijma’ yang
dinyatakan dari Abu Umamah dari Nabi berikut:
عَنْ اَبِى اُمَا مَةَ قَا لَ سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : لَا يُكْتَبُ عَلَى ابْنِ
اَدَمَ ذَنْبٌ اَرْ بَعِيْنَ سَنَةً اِذَا كَا نَ مُسْلِمًا , ثُم تَلَا (حَتَّى اِذَا
بَلَغَ أَشُدَّهُ وَ بَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً)
“Dari
Abu Umamah katanya, saya ,mendengar Rasulullah SAW bersabda, Tidaklah ditulis
dosa anak Adam selama empat puluh tahun jika ia beragama Islam, kemudian Nabi
membaca (ayat), sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun.”
Hadis diatas oleh Ibn al-Jawzi
dinyatakan palsu dari segi matannya. Ketika menilai hadis di atas, ia
menyatakan:
“Hadis
ini dipalsukan atas Rasulullah. Pembuatnya telah mengada-ada dan hadis ini
bertentangan dengan ijma’ umat Islam. Sungguh aneh orang yang menghinakan
syariah itu.”[22]
Dengan
adanya contoh hadis maudhu’ diatas, diharapkan kita bisa mengetahui
penilaian suatu hadis dikatakan palsu adalah salah satunya dari segi matan
hadisnya yang bertentangan dengan ijma’.
Sepeninggal Rasulullah SAW, merupakan waktu yang baik bagi kelompok
tertentu untuk membuat hadis palsu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW.
Pemalsuan hadis ini tidak hanya dilakukan oleh orang muslim saja, tetapi orang
non muslim juga. Agar kita dapat membedakan antara hadis maudhu’ dan
yang bukan hadis maudhu’, maka para ulama menentukan kaidah-kaidah untuk
mengetahui hadis maudhu’ beserta cara penyelamatannya. Dengan upaya
tersebut diharapkan kita semua bisa menilai dan membedakan kualitas suatu
hadis.
referensi :
[1]Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, Cet. I (Semarang: Rasail Group, 2007), hlm. 151.
[2]Manna’ Al-Qaththan, Pengantar
Studi Hadis, Terj. Mifdhol Abdurrahman, Cet. VII (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2013), hlm. 145.
[3]Mohammad Nor Ichwan, Studi
Ilmu Hadis, hlm. 152.
[5]Idri, Studi Hadis, Cet. I
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 165.
[6]Mudasir, Ilmu Hadis, Cet.
IV (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 173.
[8]Mudasir, Ilmu Hadis, hlm. 175.
[9]Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah
& Pengantar Ilmu Hadis, Cet. II (Semarang: Pustaka RizkiPutra, 2009),
hlm. 194.
[10]Mohammad Nor Ichwan, Studi
Ilmu Hadis, hlm. 158.
[11]Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah
& Pengantar Ilmu Hadis, hlm. 194.
[12]Mudasir, Ilmu Hadis, hlm.
177.
[13]Mohammad Nor Ichwan, Studi
Ilmu Hadis, hlm. 160.
[14]Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah
& Pengantar Ilmu Hadis, hlm. 184.
[16]Mudasir, Ilmu Hadis, hlm.
178.
[17]Mohammad Nor Ichwan, Studi
Ilmu Hadis, hlm. 160-161.
[18]Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah
& Pengantar Ilmu Hadis, hlm. 187.
[19]Mohammad Nor Ichwan, Studi
Ilmu Hadis, hlm. 163.
[20]Munzier Suparta, Ilmu Hadis,
Cet. VII (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 192.
[21]Mohammad Nor Ichwan, Studi
Ilmu Hadis, hlm. 163-164.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar